1 DRAMA DAN PEMENTASAN DRAMA Tujuan pembelajaran Setelah mempelajari Bab 8 ini, Anda diharapkan mampu: Mengidentifikasi unsur-unsur Instristik drama yang dibaca/ ditonton Menyebutkan tahapan alur cerita dalam teks drama yang dibaca Mendeskripsikan isi babak demi babak dalam teks drama yang dibaca Menentukan konflik dalam teks drama yang dibaca - Tata cahaya dalam seni teater memiliki fungsi yang sangat penting. Tata cahaya sering juga disebut lighting, yang mana salah satu tujuannya ialah untuk membuat pertunjukan teater semakin hidup. Dalam pertunjukan teater, tata cahaya akan membantu penonton untuk memahami keseluruhan isi cerita, mulai dari penokohan hingga suasana tata cahaya dalam teater Menurut Kidung Asmara Sigit dalam buku Alamanak Manajemen Panggung Sebuah Kunjungan ke Belakang Panggung Tiga Grup Teater di Indonesia 2019, tata cahaya merupakan teknik pengaturan cahaya untuk memberi warna pada elemen visual di atas panggung, seperti tata rias, tata panggung, pemeran teater, maupun keseluruhan isi panggung. Dalam teater, cahaya menjadi tampilan akhir dari konsep visual yang dibawakan di atas panggung. Penggunaannya pun tidak boleh asal, karena harus disesuaikan dengan gambaran ceritanya. Contohnya agar suasana tegang dapat tercipta, lighting cenderung dibuat redup atau agak gelap. Contoh lainnya saat latar waktunya pagi hari, maka tata pencahayaan dibuat semirip mungkin dengan waktu pagi. Baca juga Manajemen Produksi Seni Teater ModernTeknik tata pencahayaan dalam teater Tata cahaya membutuhkan penguasaan teknik yang baik. Seorang penata cahaya harus mempelajari pengetahuan dasar, penguasaan peralatan serta melatih kemampuan untuk mengatur cahaya sesuai dengan kisah dalam teaternya. Agar lebih mudah memahaminya, berikut merupakan beberapa teknik tata pencahayaan dalam teater Tata pencahayaan teater harus diatur supaya tidak menyebar ke area lain Mengutip dari jurnal Kajian Ruang dan Cahaya sebagai Tanda pada Peristiwa Teater Realis 2016 karya Shirly Nathania Suhanjoyo, agar cahaya tidak menyebar ke area lain, bisa diterapkan batasan cahayanya untuk menentukan area mana saja yang akan diatur lightingnya. Contohnya penggunaan pintu yang bisa menjadi salah satu penerapan batasan cahaya, karena ruangnya akan menjadi terbatas. Sehingga cahaya menjadi terbatas pada satu atau beberapa area saja. Memperhatikan titik fokus pencahayaannya Saat mengatur lighting, tentukan terlebih dahulu titik fokusnya, yang didasarkan pada naskah teater. Umumnya lighting sering menerangi hampir seluruh bagian panggung, tetapi jika dalam naskah ditemui ketentuan lainnya, maka tata pencahayaannya juga harus disesuaikan. Baca juga Teater Tradisional Ciri-CIiri, Jenis, Unsur, dan Contohnya Dalamsudut pandang persona pertama pengarang atau narator adalah seseorang. Dalam sudut pandang persona pertama pengarang atau. School University of Notre Dame; Course Title DOCUMENT 19; Uploaded By nurakmalia. Pages 20 This preview shows page 11 - Teater merupakan salah satu jenis seni pementasan dengan menggunakan manusia sebagai medium utamanya dan dibangun oleh beberapa unsur pembentuk yang salah satunya adalah lakon. Lakon adalah ungkapan pribadi manusia yang berrupa pengalaman, pemikiran, ide, perasaan, semangat, keyakinan dalam satu bentuk gambaran kongret yang membangkitkan pesona dengan alat atau media bahasa. Pesona sastra setidaknya difahami melalui; bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan dengan beberapa unsur didalamnya seperti; unsur alur, tema, tokoh, karakter, setting, dan sudut pandang pengarang. Dari Usnur-unsur itulah hendaknya terdapat beberapa muatan yang diantaranya sebagai berikut; Alur di juga dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur Maju, artinya rangkaian cerita yang mengalir dan teratur dari A - Z dan Alur Mundur, yaitu penggambaran cerita yang mengakhirkan pada bagian awal, cerita didalam cerita atau disebut juga dengan flashback. Menurut Aristoteles bahwa; Alur terbentuk oleh sebuah struktur cerita dan adapun struktur lakon tersebut dikemukakan sebagai berikut ini. Unsur - Unsur Lakon dalam Teater a. Introduksi pengenalan tokoh . b. Reasing Action tokoh utama memiliki itikat . c. Konflik tokoh utama mengalami pertentangan. d. Klimaks terselesaikan persoalan tokoh utama. e. Resolusi penurunan klimaks/anti klimaks, dan f. Kongklusi kesimpulan. Salah satu faktor yang paling awal dalam memilih naskah lakon terletak pada kekuatan memilih tema. Masalah yang diangkat, gagasan alur cerita, serta pesan moral yang bersifat aktual atau tidak dengan mengangkat nilai-nilai kemanusiaan agar dapat tercipta kesimbangan hidup, harmonis dan juga bermakna. 2. Unsur Tema dalam Lakon. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa tema adalah pokok pikiran dari sebuah cerita dimana didalam tema tersebut terdapat tiga unsur pokok yaitu, Unsur masalah yang diangkat, Unsur gagasan yang ditawarkan, dan Unsur pesan yang disampaikan. a. Masalah. Masalah yang diangkat dalam suatu tema biasanya berisikan tentang problematika kehidupan yang berupa ideologi, politik, ekonomi, budaya, sosial, dan keamanan, pada suatu masyarakat tertentu dalam lingkup luas atau terbatas. b. Gagasan. Gagasan yang ditawarkan dalam tema yaitu jalan pikiran pengarang untuk memberikan gambaran cerita dari awal hingga akhir. dan c. Pesan. Pesan didalam tema sebuah lakon yang disampaikan berupa kesimpulan dari ide atau ungkapan pokok cerita dari si pengarang. 3. Unsur Penokohan dalam Lakon. Secara rinci, penokohan didalam teater dapat dibagi manjadi beberapa peran yang diantaranya sebagai berikut; a. Protaginis adalah tokoh utama dalam cerita yang berperan menggerakkan cerita hingga suatu cerita memiliki peristiwa atau kejadian yang dramatik konflik. b. Antagonis adalah lawan dari tokoh utama yang berperan sebagai penghalang atau penghambat tokoh utama dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan. Unsur - Unsur Lakon dalam Teater c. Deutragonis adalah lakon yang berpihak kepada tokoh utama dalam cerita yang biasannya membantu tokoh utama dalam mencapai tujuannya. d. Foil adalah lawan dari Duatragonis yang berpihak kepada lawan dari tokoh utama dan membantu lakon antagonis untuk menghambat etikat atau tujuan dari tokoh utama. e. Tetragonis adalah tokoh atau pemeran yang tidak berpihak kepada salah satu dari kedua tokoh dengan kata lain bersifat netral. Biasanya tokoh ini lebih cenderung dengan perannya yang selalu memberikan masukan-masukan positif kepada kedua tokoh yang berseteru. f. Confident adalah tokoh yang menjadi tempat menyimpan rahasia atau tempat penyimpanan tokoh utama yang bertugas untuk menjaga pendapat tokoh utama agar tidak diketahui oleh orang lain selain dia dan para penonton saja. g. Raisonneur adalah tokoh yang berperan menajdi corong bicara pengarang kepada penonton. h. Utilitty adalah pemeran pembantu dari kedua belah pihak tokoh hitam dan tokoh putih yang ditempatkan sebagai penghibur, pengembira, atau sebatas menjadi pelengkap dalam suatu pementasan. 4. Unsur Karakter dalam Lakon. Karakter adalah perwatakan atau watak yang dimiliki setiap tokoh atau pemeran dalam lakon memliki ciri-ciri khusus seperti; - Status sosial perwatakan adalah menerangkan kedudukan atau posisi yang diemban seorang tokoh seperti kaya - miskin, tua - muda,rakyat biasa - jelata, pengangguran, gelandangan, dan lainnya. - Fisik sebagai ciri perwatakan adalah melambangkan ciri-ciri khusus tentang jenis kelamin, kelengkapan panca indra atau tubuh seperti telinga, mata, cantik-jelek, tinggi - pendek, dan lainnya. - Psikis adalah perwatakan yang menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal kejiwaan yang dialami oleh tokoh seperti penyakit jiwa - normal, depresi, trauma, mudah lupa, pemarah, pemurah dan lainnya. - Intelektual adalah perwatakan yang menerangkan ciri-ciri khusus menganai sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam mengambil keputusan. misalnya kecerdasan pandai, bodoh, cepat tanggap, tegas, kaku, lamban, atau cepat berfikir, Kharismatik digambarkan sesuai dengan kedudukan jabatan, tanggung jawab berani berbuat dan betanggung jawab sera berani menanggung resiko dalam koridor yang benar. fisik, psikis, intelektual, serta religi. 5. Unsur Setting dalam Lakon. Setting dalam lakon merupakan unsur yang menunjukkan waktu kejadian atau peristiwa dalam sebuah babak. Jika terjadi perubahan pada setting maka seara otomatis akan merubah waktu dan tempat kejadian dan juga terjadinya perubahan babak. Tempat sebagai petunjuk dari unsur setting mengandung arti yang menunjukkan pada lokasi berlangsungnya suatu kejadian, seperti dihotel, di rumah, di sekolah, di kantor dan lainnya. Waktu sebagai bagian unsur setting dalam lakon, menjelaskan kapan waktu terjadinya suatu peristiwa seperti pada malam hari, siang hari, sore hari, gelap - terang, hujan - cerah, zaman dulu, masa kini dan lainnya. 6. Unsur Sudut Pandang Pengarang Point of view dalam Lakon. Merupakan unsur gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang atau creator dalam menangkap dan memahami fenomena yang terjadi. Memahami dan menangkap tanda-tanda tentang sudut pandang pengarang merupakan hal penting bagi seorang creator panggung atau pembaca agar terjadi kesepahaman, sejalan atau tidak setuju dengan apa yang ditawarkan dan dikehendaki pengarang. Jika seorang creator dalam proses kreatifnya mengalami kesulitan menemukan pendangan inti pangarang, secara etika creator dapat melakukan konsultasi atau wawancara dengan penulis tentang maksud dan tujuan dari lakon yang ditulisnya. Demikian penjelasan singkat tentang Unsur Lakon Teater tersebut diatas, semoga beranfaat dan teriamkasih. Sumber Kemendikbud_RI-2017. Sudutpandang atau yang juga disebut dengan point of view ini memegang peranan yang cukup besar dalam narasi sebuah cerita, hal ini seperti yang tertulis dalam buku Tema dan Amanat dalam Cerita Pendek Indonesia (2020:26) yang menjelaskan bahwa sudut pandang adalah visi pengarang. Ini berarti sudut pandang diambil oleh penulis atau

- Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra. Posisi drama setara dengan novel, cerpen, atau puisi. Namun, ketika drama itu sudah dipentaskan, ia menjadi bagian dari seni pertunjukan performing arts, tak lagi sebatas kesusasteraan. Ada banyak contoh karya drama terkenal yang dikarang penulis kesohor Indonesia. Sebut saja misalnya, Orang-Orang di Tikungan Jalan 1954 yang ditulis WS Rendra, Mega-Mega 1999 karya Arifin C. Noer, Topeng Kayu 2001 karya Kuntowijoyo, Orang-Orang yang Bergegas 2004 karya Puthut EA, dan sebagainya. Secara bahasa, istilah drama berasal dari bahasa Yunani "dram" atau "draomai" yang artinya bergerak. Dalam KBBI, drama digolongkan sebagai prosa atau komposisi syair yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku peran atau dialog yang dipentaskan. Sutji Harijanti menuliskan pengertian drama dalam Modul Bahasa Indonesia 2020 sebagai komposisi yang dihasilkan dari seni sastra naskah drama dan seni pertunjukan pentas drama. Dalam hal ini, ada karya drama dalam bentuk tulis dan ada juga drama dalam bentuk pertunjukan. Dalam drama, harus ada lakon atau pementasan a play yang mengisahkan suatu cerita dengan simbol atau sandi tertentu. Lazimnya, cerita dalam drama melibatkan konflik atau emosi yang tergambar dalam dialog tokoh, serta disesuaikan untuk pentas pertunjukan. Unsur-Unsur Intrinsik Drama Sebagaimana karya-karya sastra lain, drama juga memiliki unsur-unsur intrinsik yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur intrinsik drama terdiri dari dialog, plot atau alur cerita, tokoh, latar, tema, dan amanat. Berikut ini penjelasan mengenai unsur-unsur intrinsik drama, sebagaimana dikutip dari buku Bahasa Indonesia 2007 yang ditulis Agus Supriatna, dan sumber DialogDialog adalah inti dari karya drama. Percakapan tokoh drama ini berbeda dari obrolan sehari-hari, namun masih mencerminkan realitas kehidupan dari tema yang diangkat. Maksudnya berbeda dari percakapan sehari-hari adalah diksi atau pilihan katanya berhubungan dengan plot, mengandung unsur estetik, dan tertib sesuai jalan cerita. Bahasa yang digunakan dalam dialog juga komunikatif, serta mewakili karakter tokoh, baik itu watak secara psikologis atau fisiologis. 2. Plot atau Alur CeritaSecara umum, alur cerita dalam drama terdiri dari pengenalan tokoh, penggambaran latar tempat, waktu, latar sosial, dan sebagainya. Kemudian, hadir konflik yang berusaha dicari pemecahan masalahnya. Konflik kian memuncak, lalu diakhiri dengan resolusi, suatu jalan untuk memecahkan problem yang terjadi antartokoh. Di bagian akhir drama, penulis akan memberi keputusan, apakah tokoh akan berakhir bahagia atau mengalami kemalangan. 3. TokohSosok yang berperan dalam kisah drama dikenal sebagai tokoh. Umumnya, tokoh-tokoh dalam drama terdiri dari tiga jenis, yaitu tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh berwatak baik dalam lakon drama. Kemudian, tokoh antagonis bertindak sebagai lawan protagonis, yang tindakannya tidak sesuai dengan kehendak pembaca atau penonton drama. Terakhir, tokoh tritagonis bertindak sebagai juru damai dalam konflik antara antagonis dan protagonis. 4. Latar/SettingLatar atau setting merupakan keterangan tempat, ruang, dan waktu dalam naskah drama. Tempat, ruang, waktu bisa disebut sebagai 3 dimensi setting dalam tempat adalah tempat terjadinya cerita di dalam sebuah drama. Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri, dan berhubungan dengan latar ruang serta setting waktu merupakan waktu/zaman/periode terjadinya cerita, sementara latar ruang merujuk kepada suasana pendukung cerita dalam TemaTema adalah ide dasar dari cerita drama. Tema ini merupakan pangkal tolak pengarang dalam mengkreasi cerita rekaan dalam dramanya. Umumnya, tema hadir secara tersurat dan jarang langsung disampaikan oleh pengarang drama. Contoh tema dalam drama adalah cerita tentang hubungan cinta, kekuasaan, kemanusiaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. 6. KonflikKonflik adalah pertentangan atau masalah dalam drama. Konflik dalam drama dibedakan menjadi 2, yaitu konflik eksternal dan eksternal merupakan konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya. Adapun konflik internal terjadi antara tokoh dengan dirinya Perwatakan/PenokohanMaksud dari perwatakan/penokohan ialah penggambaran sifat batin seorang tokoh yang disajikan di dalam suatu cerita. Perwatakan tokoh dalam drama tergambar melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku pemerannya. Watak para tokoh dalam drama, setidaknya bisa digambarkan dalam 3 dimensi, yakni kondisi fisik, keadaan psikis, dan posisi secara sosiologis. Kondisi fisik terlihat dari jenis kelamin, ciri-ciri badan, dan sejenisnya. Kemudian, dari aspek psikis, bisa terlihat pada emosi, ambisi dan lainnya. Secara sosiologis, kondisi tokoh bisa dilihat dari posisi di masyarakat, jabatan, kekayaan, ideologi dan dalam drama juga bisa ditampilkan oleh pengarang secara langsung atau tidak langsung. Jika secara langsung, perwatakan itu akan dijelaskan dalam narasi cerita. Namun, jika ditampilkan secara tidak langsung, ia terlihat dalam dialog, pikiran, ucapan dan tindakan tokoh dalam Sudut PandangSudut pandang merupakan cara yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Sudut pandang adalah posisi dari mana pengarang berceritaapakah dia bertindak langsung dalam bercerita atau sebagai pengobservasi yang berdiri di luar pandang bisa berupa orang pertama aku; orang ketiga pencerita yang serba tahu; dan lain AmanatUnsur intrinsik drama yang terakhir ialah amanat atau pesan pengarang terhadap pembaca atau penonton drama. Amanat ini lazimnya berupa pesan ide, ideologi, atau nilai-nilai luhur yang dapat diikuti atau menjadi teladan dari drama terkait dengan tema drama, amanat umumnya juga berupa nilai-nilai tertentu yang disampaikan secara implisit. Nilai-nilai itu bisa berupa nilai moral, nilai estetika, nilai sosial, nilai budaya, dan lain sebagainya. - Pendidikan Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom

Top3: #6 Tahapan Dalam Merancang Pertunjukan Teater - Materi Pelajar; Top 4: Tahapan Tahapan Pemeranan Tokoh Dalam Pementasan Drama; Top 5: Tahap Tahap Pementasan Teater - MaoliOka; Top 6: Persiapan dan Kelengkapan Pementasan Drama Halaman all; Top 7: proses produksi pementasan drama teater angin sma negeri 1 denpasar

Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya “sutradara”. Dalam terminologi Yunani sutradara director disebut didaskalos yang berarti guru dan pada abad pertengahan di seluruh Eropa istilah yang digunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai master. Istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul pada jaman Geroge II. Seorang bangsawan duke dari Saxe-Meiningen yang memimpin sebuah grup teater dan menyelenggarakan pementasan keliling Eropa pada akhir tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradara yang mampu mengatur dan mengharmonisasikan keseluruhan unsur artistik pementasan dibutuhkan. Meskipun demikian, produksi pementasan teater Saxe-Meiningen masih mengutamakan kerja bersama antarpemain yang dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting mereka Robert Cohen, 1994. Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II diteruskan pada masa lahir dan berkembangnya gaya realisme. Andre Antoine di Tokohcis dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara berbakat yang mulai menekankan idealisme dalam setiap produksinya. Max Reinhart mengembangkan penyutradaraan dengan mengorganisasi proses latihan para aktor dalam waktu yang panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara yang menanamkan gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan sutradara sebagai pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater Herman J. Waluyo, 2001. Berhasil tidaknya sebuah pertunjukan teater mencapai takaran artistik yang diinginkan sangat tergantung kepiawaian sutradara. Dengan demikian sutradara menjadi salah satu elemen pokok dalam teater modern. Oleh karena kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara dimulai sejak merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon. Setelah itu tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain, menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan seluruh pekerja artistik hingga karya teater benar-benar siap untuk dipentaskan. Pemilihan Naskah Proses atau tahap pertama yang harus dilakukan oleh sutradara adalah menentukan lakon yang akan dimainkan. Sutradara bisa memilih lakon yang sudah tersedia naskah jadi karya orang lain atau membuat naskah lakon sendiri. Naskah Jadi Mementaskan teater dengan naskah yang sudah tersedia memiliki kerumitan tersendiri terutama pada saat hendak memilih naskah yang akan dipentaskan. Nskah tersebut harus memenuhi kreteria yang diinginkan serta sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan oleh sutradara dalam memilih naskah, seperti tertulis di bawah ini. Sutradara menyukai naskah yang dipilih. Jika sutradara memilih naskah yang akan ditampilkan dalam keadaan terpaksa maka bisa dipastikan hasil pementasan menjadi kurang baik. Naskah yang tidak dikehendaki akan membawa pengaruh dan masalah tersendiri bagi sutradara dalam mengerjakannya, seperti analisis yang kurang detil, pemilihan pemain yang asal-asalan, keseluruhan kerja menjadi tidak optimal. Sutradara merasa mampu mementaskan naskah yang telah dipilih. Mampu mementaskan sebuah naskah tentunya tidak hanya berkaitan dengan kecakapan sutradara, tetapi juga dengan unsur pendukung yang lain. Semua sumber daya dimiliki seperti pemain, penata artsitik, dan pendanaan menjadi pertimbangan dalam memilih naskah yang akan dipentaskan. Sutradara wajib mempertimbangkan sisi pendanaan secara khusus. Beberapa naskah yang baik terkadang memiliki konsekuensi logis dengan pendanaan. Misalnya, naskah yang dipilih memoiliki latar cerita di rumah mewah dengan segala perabot yang indah. Hal ini membawa dampak tersendiri dalam bidang pendanaan. Jika sutradara merasa mampu mengusahakan pendanaan secara optimal untuk mewujudkan tuntutan artistik lakon, maka naskah tersebut bisa dipilih. Jika tidak, sutradara harus mampu melakukan adaptasi sehingga pendanaan bisa dikurangi tanpa mengurangi nilai artistik lakon. Sutradara mampu menemukan pemain yang tepat. Naskah lakon yang baik tidak ada gunanya jika dimainkan oleh aktor yang kurang baik. Oleh karena itu, sutradara harus mampu mengukur kualitas sumber daya pemain yang dimiliki dalam menentukan naskah yang akan dipentaskan. Sutradara mampu tetap mementaskan naskah yang ada gunanya berlatih naskah lakon tertentu dalam waktu lama jika di tengah proses tiba-tiba hal itu terhenti karena alasan tertentu. Sutradara dengan segenap kemampuannya harus mampu meyakinkan pemain dan mengusahakan pertunjukan agar tetap digelar sehingga proses yang telah dilakukan tidak menjadi sia-sia. Membuat Naskah Sendiri Membuat naskah lakon sendiri tidak menguntungkan karena akan memperpanjang proses pengerjaan. Akan tetapi berkenaan dengan sumber daya yang dimiliki, membuat naskah sendiri dapat menjadi pilihan yang tepat. Untuk itu, sutradara harus mampu membuat naskah yang sesuai dengan kualitas sumber daya yang ada. Naskah semacam ini bersifat situasional, tetapi semua orang yang terlibat menjadi senang karena dapat mengerjakannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Beberapa langkah di bawah ini dapat dijadikan acuan untuk menulis naskah lakon. Menentukan tema. Tema adalah gagasan dasar cerita atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang kepada penonton. Tema, akan menuntun laku cerita dari awal sampai akhir. Misalnya tema yang dipilih adalah “kebaikan akan mengalahkan kejahatan”, maka dalam cerita hal tersebut harus dimunculkan melalui aksi tokoh-tokohnya sehingga penonton dapat menangkap maksud dari cerita bahwa sehebat apapun kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan. Menentukan persoalan. Persoalan atau konflik adalah inti daricerita teater. Tidak ada cerita teater tanpa konflik. Oleh karena itupangkal persoalan atau titik awal konflik perlu dibuat dan disesuaikan dengan tema yang dikehendaki. Misalnya dengan tema “kebaikan akan mengalahkan kejahatan”, pangkal persoalan yang dibicarakan adalah sikap licik seseorang yang selalu memfitnah orang lain demi kepentingannya sendiri. Persoalan ini kemudian diikembangkan dalam cerita yang hendak dituliskan. Membuat sinopsis ringkasan cerita. Gambaran cerita secara global dari awal sampai akhir hendaknya dituliskan. Sinopsis digunakan pemandu proses penulisan naskah sehingga alur dan persoalan tidak melebar. Dengan adanya sinopsis maka penulisan lakon menjadi terarah dan tidak mengada-ada. Menentukan kerangka cerita. Kerangka cerita akan membingkai jalannya cerita dari awal sampai akhir. Kerangka ini membagi jalannya cerita mulai dari pemaparan, konflik, klimaks sampai penyelesaian. Dengan membuat kerangka cerita maka penulis akan memiliki batasan yang jelas sehingga cerita tidak berteletele. William Froug 1993 misalnya, membuat kerangka cerita skenario dengan empat bagian, yaitu pembukaan, bagian awal, tengah, dan akhir. Pada bagian pembukaan memaparkan sketsa singkat tokoh-tokoh cerita. Bagian awal adalah bagian pengenalan secara lebih rinci masing-masing tokoh dan titik konflik awal muncul. Bagian tengah adalah konflik yang meruncing hingga sampai klimaks. Pada bagian akhir, titik balik cerita dimulai dan konflik diselesaikan. Riantiarno 2003, sutradara sekaligus penulis naskah Teater Koma, menentukan kerangka lakon dalam tiga bagian, yaitu pembuka yang berisi pengantar cerita atau sebab awal, isi yang berisi pemaparan, konflik hingga klimaks, dan penutup yang merupakan simpulan cerita atau akibat. Menentukan protagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang membawa laku keseluruhan cerita. Dengan menentukan tokoh protagonis secara mendetil, maka tokoh lainnya mudah ditemukan. Misalnya, dalam persoalan tentang kelicikan, maka tokoh protagonis dapat diwujudkan sebagi orang yang rajin, semangat dalam bekerja, senang membantu orang lain, berkecukupan, dermawan, serta jujur. Semakin detil sifat atau karakter protagonis, maka semakin jelas pula karakter tokoh antagonis. Dengan menulis lawan dari sifat protagonis maka karakter antagonis dengan sendirinya terbentuk. Jika tokoh protagonis dan antagonis sudah ditemukan, maka tokoh lain baik yang berada di pihak protagonis atau antagonis akan mudah diciptakan. Menentukan cara penyelesaian. Mengakhiri sebuah persoalan yang dimunculkan tidaklah mudah. Dalam beberapa lakon ada cerita yang diakhiri dengan baik tetapi ada yang diakhiri secara tergesa-gesa, bahkan ada yang bingung mengakhirinya. Akhir cerita yang mengesankan selalu akan dinanti oleh penonton. Oleh karena itu tentukan akhir cerita dengan baik, logis, dan tidak tergesa-gesa. Menulis. Setelah semua hal disiapkan maka proses berikutnya adalah menulis. Mencari dan mengembangkan gagasan memang tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah lagi memindahkan gagasan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan waktu sebaik mungkin. Analisis Lakon Menganalisis lakon adalah salah satu tugas utama sutradara. Lakon yang telah ditentukan harus segera dipelajari sehingga gambaran 100% lengkap cerita didapatkan. Dengan analisis yang baik, sutradara akan lebih mudah menerjemahkan kehendak pengarang dalam pertunjukan. Analisis Dasar Analisis dasar adalah telaah unsur-unsur pokok yang membentuk lakon. Dalam proses analisis ini, sutradara memepelajari seluruh isi lakon dan menangkap gambaran lengkap lakon seperti apa yang tertulis. Jadi, dalam tahap ini sutradara hanya membaca kehendak pengarang melalui lakonnya. Unsur-unsur pokok yang harus dianalisis oleh sutradara adalah senagai berikut. Pesan Lakon. Merupakan bahan komunikasi utama yang hendak disampaikan kepada penonton. Berhasil atau tidaknya sebuah pertunjukan teater diukur dari sampai tidaknya pesan lakon kepada penonton. Oleh karena itu, sutradara wajib menemukan pesan utama dari lakon yang telah ditentukan. Apa yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui naskah lakon disebut pesan. Romeo and Juliet karya Shakespeare mengandung pesan bahwa seseorang yang telah menemukan cinta sejati tidak takut terhadap risiko apapun termasuk mati. Pesan ini ingin disampaikan oleh pengarang dengan akhir yang tragis dimana tokoh Romeo dan Juliet akhirnya mati bersama. Dinamika percintaan Romeo dan Juliet yang berakhir dengan kematian inilah yang harus ditekankan oleh sutradara kepada penonton. Konflik dan Penyelesaian. Penting mengetahui dasar persoalan konflik dalam sebuah lakon karena hal tersebut akan membawa laku aksi para tokohnya. Di bagian mana konflik itu muncul dan bagaimana aksi dan reaksi para tokohnya, pada bagian mana konflik itu memuncak, dan pada akhirnya bagaimana konflik itu diselesaikan. Semua ini akan memberi sudut pandang bagi sutradara dalam melihat, menilai, dan memahami konflik lakon. Selain itu sudut pandang pengarang dalam menyelesaikan konflik dapat menegaskan pesan yang hendak disampaikan. Karakter Tokoh. Analisis karakter tokoh sangat penting dan harus dilakukan secara mendetil agar sutradara mendapatkan gambaran watak sejelas-jelasnya. Karena tidak banyak arahan dan keterangan yang dituliskan mengenai karakter tokoh dalam sebuah lakon, maka sutradara harus menggalinya melalui kalimat-kalimat dialog. Perjalanan sebuah karakter terkadang tidak mengalami perubahan yang berarti tetapi beberapa tokoh dalam lakon biasanya protagonis dan antagonis bisa saja mengalami perubahan. Oleh karena itu analisis karakter ini harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati sehingga setiap perubahan karakter yang dialami oleh tokoh tidak lepas dari pengamatan sutradara. Latar Cerita. Gambaran tempat kejadian, peristiwa, dan waktu kejadian harus diungkapkan dengan jelas karena hal ini berkaitan dengan tata artistik. Untuk mewujudkan keadaan peristiwa seperti dikehendaki lakon di atas panggung maka informasi yang jelas mengenai latar cerita harus didapatkan. Misalnya, gambaran tempat kejadian persitiwa adalah di sebuah gedung maka harus dijelaskan apakah terjadi di sebuah gedung megah, sederhana atau mewah. Apakah gedung tersebut merupakan gedung pertemuan, dewan kota, museum, atau gedung pertunjukan. Di gedung tersebut cerita terjadi di ruang aula, teras gedung, dapur umum, atau di salah satu ruang khusus. Arsitektur gedung itu apakah menggunakan arsitektur kolonial, gaya spanyol, atau ciri khas daerah tertentu. Intinya informasi sekecil apapun harus didapatkan. Hal ini berlaku juga untuk latar peristiwa dan waktu. Semua informasi dikumpulkan dan diseleksi untuk kemudian diwujudkan dalam pementasan. Dengan demikian penonton akan mendapatkan gambaran yang jelas latar cerita yang dimainkan. Interpretasi Setelah menganalisis lakon dan mendapatkan informasi lengkap mengenai lakon, maka sutradara perlu melakukan tafsir atau hasil analisis, sutradara memberi sentuhan dan atau penyesuaian artistik terhadap lakon yang akan dipentaskan. Proses ini bisa disebut sebagai proses asimilasi perpaduan antara gagasan sutradara dan pengarang. Seorang sutradara sebetulnya boleh tidak melakukan interpretasi terhadap lakon, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang dikehendaki oleh lakon apa adanya sesuai dengan hasil analisis. Akan tetapi sangat mungkin seorang sutradara memiliki gagasan astistik tertentu yang akan ditampilkandalam pementasan setelah menganalisa sebuah lakon. Proses interpretasi biasanya menyangkut unsur latar, pesan, dan karakterisasi. Latar. Adaptasi terhadap tempat kejadian peristiwa sering dilakukan oleh sutradara. Secara teknis hal ini berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki. Misalnya, dalam lakon mengehendaki tempat kejadian di sebuah apartemen yang mewah, tetapi karena ketersediaan sumber daya yang kurang memadahi maka bentuk penampilan apartemen mewah disesuaikan. Secara artistik, sutradara dapat menafsirkan tempat kejadian secara simbolis. Misalnya, apartemen mewah disimbolkan sebagai pusat kekuasaan maka tata panggungnya disesuaikan dengan simbolisasi tersebut. Ketika adaptasi ini dilakukan maka unsur-unsur lain pun seperti tata rias dan busana akan ikut terkait dan mengalami penyesuaian. Penyesuaian inipun berkaitan langsung dengan latar waktu dan peristiwa. Jika apartemen disimbolkan sebagai pusat kekuasaan maka peristiwa yang terjadi di dalamnya juga harus mengikuti simbolisasi ini sedangkan latar waktunya bisa ditarik ke masa lalu atau masa kini seperti yang dikehendaki oleh sutradara. Oleh karena itulah pentas teater dengan lakonlakon yang sudah berusia lama seperti Oedipus, Antigone, Romeo and Juliet masih aktual dipentaskan sekarang ini. Pesan. Hal yang paling menarik mengenai penyampaian pesan kepada penonton adalah caranya. Cara menyampaikan pesan antara sutradara satu dengan yang lain bisa berbeda meskipun lakon yang dipentaskan sama. Cara menyampaikan pesan ini menjadi titik tafsir lakon yang penting karena pesan inilah inti dari keseluruhan lakon. Untuk menekankan pesan yang dimaksud ada sutradara yang memberi penonjolan pada tata artistik, misalnya warna-warna yang digunakan di atas panggung. Ada juga sutradara yang menonjolkan laku aksi aktor di atas pentas sehingga adegan dibuat dan dikerjakan secara detil. Masing-masing cara penonjolan pesan ini mempengaruhi unsur-unsur lain dalam pementasan. Dengan demikian sutradara harus benar-benar memikirkan cara menyampaikan pesan lakon dengan mempertimbangkan unsur-unsur lakon dan sumber daya yang dimiliki. Karakterisasi. Tafsir ulang terhadap tokoh lakon paling sering dilakukan. Hal ini biasanya berkaitan dengan isu atau topik yang sedang hangat terjadi di masyarakat. Tafsir ulang tokoh tidak hanya sekedar mengubah nama dan menyesuaikan bentuk penampilan fisik, tetapi juga mental, emosi, dan keseluruhan watak tokoh. Misalnya, sebuah lakon yang tokohtokohnya memiliki latar belakang budaya Eropa hendak diadaptasi ke dalam budaya Indonesia. Banyak hal yang harus dilakukan selain mengganti nama dan penampilan fisik, yaitu cara berbicara, gaya berjalan, tata krama, pandangan hidup, takaran emosi dan cara berpikir. Semuanya memliki keterkaitan. Misalnya, dalam budaya Eropa orang bepikir secara bebas sementara orang Indonesia cenderung mempertimbangkan hal-hali lain tata krama, pranata sosial di luar hal utama yang dipikirkan. Hal ini mempengaruhi hasil pemikiran dan cara mengungkapkan hasil pikiran demikian cara pandang sutradara terhadap keseluruhan lakon pun harus diubah atau mengalami penyesuaian. Konsep Pementasan Hasil akhir dari analisis naskah adalah konsep konsep ini sutradara menjelaskan secara lengkap mengenai cara menyampaikan pesan yang berkaitan dengan pendekatan gaya pementasan dan pendekatan pemeranan serta memberikan gambaran global tata artistik. Pendekatan gaya pementasan. Seniman teater dunia telah banyak berusaha melahirkan gaya pementasan. Dewasa ini hampir tidak bisa ditemukan gaya pementasan murni yang dihasilkan seorang sutradara atau pemikir teater. Setiap kelahiran gaya baru memiliki keterkaitan atau perlawanan terhadap gaya tertentu baca bagian sejarah teater. Oleh karena itu, hal yang paling bisa adalah mendekatkan gaya pementasan dengan gaya tertentu yang sudah ada. Istilah pendekatan di sini digunakan dalam arti sutradara tidak hanya sekedar melaksanakan sebuah gaya secara wantah utuh tetapi ada pengembangan atau penyesuaian di dalamnya. Untuk itu, sutradara harus memahami gaya-gaya pementasan. Dengan demikian pendekatan yang dilakukan tidak salah sasaran. Konvensi atau aturan main sebuah pertunjukan diungkapkan dalam poin ini, misalnya, karena menggunakan pendekatan gaya presentasional, maka bahasa dialog antaraktor menggunakan bahasa yang puitis. Gerak laku aktor distilisasi atau diperindah. Aktor boleh berbicara secara langsung kepada penonton. Pendekatan pemeranan. Setelah menetapkan pendekatan gaya, maka metode pemeranan yang dilakukan perlu dituliskan. Hal ini sangat berguna bagi aktor. Metode akting berkaitan dengan pencapaian aktor standar sesuai dengan pendekatan gaya pementasannya. Misalnya, penggunaan bahasa puitis dengan sendirinya membuat aktor harus mau memahami dan melakukan latihan teknik-teknik membaca puisi agar dalam pengucapan dialog tidak seperti percakapan sehari-hari. Hal ini mempengaruhi bentuk dan gaya penampilan aktor dalam beraksi. Sutradara harus membuat metode tertentu dalam sesi latihan pemeranan untuk mencapai apa yang dinginkan. Gambaran tata artistik. Secara umum, sutradara harus menuliskan gambaran pandangan tata artistiknya. Meski tidak secara mendetil, tetapi gambaran tata artisitk berguna bagi para desainer untuk mewujudkannya dalam desain. Jika sutradara mampu, maka ia bisa memberikan gambaran tata artistik melalui sketsa. Jika tidak, maka ia cukup menuliskannya.. Memilih Pemain Menentukan pemain yang tepat tidaklah mudah. Dalam sebuah grup atau sanggar, sutradara sudah mengetahui karakter pemainpemainnya anggota. Akan tetapi, dalam sebuah grup teater sekolah yang pemainnya selalu berganti atau kelompok teater kecil yang membutuhkan banyak pemain lain sutradara harus jeli memilih sesuai kualifikasi yang dinginkan. Grup teater tradisional biasanya memilih pemain sesuai dengan penampilan fisik dengan ciri fisik tokoh lakon, misalnya dalam wayang orang atau ketoprak. Akan tetapi, dalam teater modern, memilih pemain biasanya berdasar kecapakan pemain tersebut. Fisik Penampilan fisik seorang pemain dapat dijadikan dasar menentukan tokoh. Biasanya, dalam lakon yang gambaran tokohnya sudah melekat di masyarakat, misalnya tokoh-tokoh dalam lakon pewayangan, penentuan pemain berdasar ciri fisik ini menjadi acuan utama. Ciri Wajah. Berkaitan langsung dengan penampilan mimik aktor. Meskipun kekurangan wajah bisa ditutupi dengan tata rias, tetapi ciri wajah pemain harus diusahakan semirip mungkin dengan ciri wajah tokoh dalam lakon. Hal ini dianggap dapat mampu melahirkan ekspresi wajah yang natural. Misalnya, dalam cerita Kabayan, maka pemain harus memiliki ciri wajah yang tampak tolol. Ukuran Tubuh. Dalam kasus tertentu, ukuran tubuh merupakan harga mati bagi sebuah tokoh. Misalnya, dalam wayang wong, tokoh Bagong memiliki ukuran tubuh tambun gemuk, maka pemain yang dipilih pun harus memiliki tubuh gemuk. Tidak masuk akal jika Bagong tampil dengan tubuh kurus. Tinggi Tubuh. Hal ini juga sama dengan ukuran tubuh. Tokoh Werkudara Bima harus ditokohkan oleh orang yang bertubuh tinggi besar. Sutradara akan diprotes oleh penonton jika menampilkan Bima bertubuh kurus dan pendek, karena tidak sesuai dengan karakter dan akan menyalahi laku lakon secara keseluruhan. Ciri Tertentu. Ciri fisik dapat pula dijadikan acuan untuk menentukan pemain. Misalnya, dalam ketoprak, seorang yang tinggi tapi bungkuk dianggap tepat memainkan tokoh pendeta. Seorang yang memiliki kumis, janggut, dan brewok tebal cocok diberi tokoh sebagai warok atau jagoan. Kecakapan Menentukan pemain berdasar kecapakan biasanya dilakukan melalui audisi. Meskipun dalam khasanah teater modern, sutradara dapat menilai kecakapan pemain melalui portofolio tetapi proses audisi tetap penting untuk menilai kecakapan aktor secara langsung. Tubuh. Kesiapan tubuh seorang pemain merupakan faktor utama. Tidak ada gunanya seorang aktor bermain dengan baik jika fisiknya lemah. Dalam sebuah produksi yang membutuhkan latihan rutin dan intens dalam kurun waktu yang lama ketahanan tubuh yang lemah sangatlah tidak menguntungkan. Untuk menilai kesiapan tubuh pemain, maka latihan katahanan tubuh dapat diujikan. Wicara. Kemampuan dasar wicara merupakan syarat utama yang lain. Dalam teater yang menggunakan ekspresi bahasa verbal kejelasan ucapan adalah kunci ketersampaian pesan dialog. Oleh karena itu pemain harus memiliki kemampuan wicara yang baik. Penilaian yang dapat dilakukan adalah penguasan, diksi, intonasi, dan pelafalan yang baik. Dengan memberikan teks bacaan tertentu, calon aktor dapat dinilai kemampuan dasar wicaranya. Penghayatan. Menghayati sebuah tokoh berarti mampu menerjemahkan laku aksi karakter tokoh dalam bahasa verbal dan ekspresi tubuh secara bersamaan. Untuk menilai hal ini, sutradara dapat memberikan penggalan adegan atau dialog karakter untuk diujikan. Calon aktor, harus mampu menyajikannya dengan penuh penghayatan. Untuk menguji lebih mendalam sutrdara juga dapat memberikan penggalan dialog karakter lain dengan muatan emosi yang berbeda. Kecakapan lain. Kemampuan lain selain bermain tokoh terkadang dibutuhkan. Misalnya, seorang calon aktor yang memiliki kemampuan menari, menyanyi atau bermain musik memiliki nilai lebih. Mungkin dalam sebuah produksi ia tidak memenuhi kriteria sebagai pemain utama, tetapi bisa dipilih sebagai seorang penari latar dalam adegan tertentu. Untuk itu, portofolio sangat penting bagi seorang aktor profesional. Catatan prestasi dan kemampuan yang dimiliki hendaknya ditulis dalam portofolio sehingga bisa menjadi pertimbangan sutradara. Menentukan Bentuk dan Gaya Pementasan Bentuk dan gaya pementasan membingkai keseluruhan penampilan pementasan. Penting bagi sutradara untuk menentukan dengan tepat bentuk dan gaya pementasan. Bentuk dan gaya yang dipilih secara serampangan akan mempengaruhi kualitas penampilan. Kehatihatian dalam memilih bentuk dan gaya bukan saja karena tingkat kesulitan tertentu, tetapi latar belakang pengetahuan dan kemampuan sutradara sangat menentukan. Di bawah ini akan dibahas bentuk dan gaya pementasan menurut penuturan cerita, bentuk penyajian, dan gaya penyajian. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta membutuhkan kecakapan sutradara dalam bidang tertentu untuk melaksanakannya. Menurut Penuturan Cerita Ada dua jenis pertunjukan teater menurut penuturan ceritanya, yaitu berdasar naskah lakon dan improvisasi. Teater tradisional biasanya memilih imporivisasi karena semua pemain telah memahami dengan baik cerita yang akan dilakonkan dan karakter tokoh yang akan ditokohkan. Sebaliknya, teater modern menggunakan naskah lakon sebagai sumber penuturan. Meskipun beberapa kelompok teater modern tertentu memperbolehkan improvisasi biasanya lakon komedi situasi tetapi sumber utama dialognya diambil dari naskah lakon. Berdasar Naskah Lakon Mementaskan teater berdasarkan naskah lakon menjadi ciri umum teater modern. Hal ini memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya adalah sebagai berikut. Durasi waktu dapat ditentukan dengan pasti. Karena dialog tokoh sudah ditentukan dan tidak boleh ditambah atau dikurangi maka durasi pementasan dapat ditentukan. Dari serangkaian latihan yang dikerjakan secara rutin dan kontinyu ditambah dengan unsur artistik dan teknis maka lamanya pertunjukan teater berdasar naskah dapat ditetapkan. Bahkan dalam produksi teater profesional yang semuanya dirancang dengan baik, lamanya adegan, perpindahan antaradegan, dan tanda keluar-masuk ilustrasi musik atau pencahayaan ditentukan waktunya sehingga setiap detik sangat berharga dan menentukan berhasil tidaknya pertunjukan tersebut. Arahan dialog sudah ada. Sutradara tidak perlu menambah atau mengurangi dialog yang sudah tertulis dalam lakon kecuali punya keinginan mengadaptasinya. Tugas aktor adalah menghapalkan dialog tersebut dan mengucapkannya dalam pementasan. Dalam lakon terkadang arahan emosi berkaitan dengan dialog juga dituliskan sehingga sutrdara lebih mudah dalam memantau emosi tokoh yang ditokohkan aktor. Arahan laku permainan dapat ditemukan dalam mempelajari naskah, arahan laku permainan dari awal sampai akhir dapat ditemukan. Dengan demikian, sutradara mudah dalam membuat perencanaan blocking. Konflik dan penyelesaian tidak bekembang. Karena tidak ada impovisasi, maka konflik dan penyelesaian lakon pasti. Fokus permasalahan telah ditentukan. Sutradara menjadi mudah menentukan penekanan permasalahan lakon. Pengembangan yang dilakukan hanyalah persoalan sudut pandang. Gambaran bentuk latar kejadian dapat ditemukan dalam naskah. Lakon telah menyediakan gambaran lengkap laku perisitiwa melalui dialog tokoh-tokohnya. Gambaran ini sangat penting bagi sutradara untuk mewujudkannya di atas pentas. Kalaupun hendak melakukan adaptasi atau penyesuaian, sutradara telah mendapatkan gambarannya. Di samping kelebihan tersebut di atas, pementasan teater berdasar naskah lakon juga memiliki kekurangan dan problem tersendiri. Jika sumber daya yang dimiliki tidak sesuai dengan kehendak lakon harus dilakukan adaptasi. Hal ini perlu dilakukan. Jika memaksakan kehendak harus sesuai dengan gagasan lakon, maka kerja sutradara akan semakin keras. Tergantung dari kekurangan sumber daya yang dimiliki. Jika sumber daya manusia aktor yang kurang, maka sutradara memerlukan waktu ekstra untuk membimbing para aktornya. Jika sumber dana yang kurang maka tim poruduksi harus berusaha keras untuk memenuhi tuntutan tersebut. Jika hendak menyesuaikan dengan ketersediaan sumber daya, maka adaptasi lakon harus dilakukan. Sutradara perlu meluangkan waktu untuk melakukannya. Kreativitas aktor terbatas. Dengan ditentukannya arah laku maka kreativitas aktor di atas panggung menjadi terbatas. Meskipun secara artistik tidak masalah, tetapi karya teater menjadi karya sutradara. Aktor tidak memiliki kebebasan penuh selain menerjemahkan konsep artistik sutradara. Tidak memungkinkan pengembangan cerita. Cerita yang telah dituliskan oleh pengarang harus ditaati. Setuju atau tidak setuju terhadap cerita, konflik, dan penyelesaian konflik, sutradara harus mengikutinya. Jika sutradara hendak mengembangkan cerita, konflik dan mengubah cara penyelesaian, ia harus mendapatkan ijin dari penulis naskah lakon. Jika ia tetap melakukannya, maka sutradara telah melanggar kode etik dan hak karya artistik. Jika naskah lakon tersebut telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan memiliki hak cipta maka sutradara bisa dituntut di muka hukum. Improvisasi Mementaskan teater secara improvisasi memiliki keunikan tersendiri. Sutradara hanya menyediakan gambaran cerita selanjutnya aktor yang mengembangkannya dalam permainan. Beberapa kelebihan pentas teater improvisasi adalah Kreativitas sutradara dan aktor dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Sutradara dapat mengembangkan cerita dengan bebas dan aktor dapat mengembangkan kemungkinan gayapermainan dengan bebas pula. Dalam proses latihan terkadang sutradara mendapat inspirasi dari laku aksi pemain demikian pula sebaliknya. Dengan berkembangnya cerita maka aktor mendapatkan arahan laku lain yang bisa dicobakan. Arahan laku terbuka. Oleh karena tidak ada petunjuk arah laku yang jelas, maka aktor dapat mengembangkannya. Terkadang hal ini dapat menimbulkan efek artistik yang alami dan menarik. Konflik dan sudut pandang penyelesaian bisa dikembangkan. Sifat teater improvisasi yang terbuka memungkinkan pengembangan konflik dan penyelesaian. Dalam teater tradisional, mereka biasanya menerima pesan tertentu dari penyelenggara. Pesan ini dengan luwes dapat diselipkan dalam lakon. Terkadang untuk menyampaikan pesan titipan tersebut konflik minor baru dimunculkan. Setelah konflik ini diselesaikan dengan cara yang khas dan lucu maka cerita kembali ke konflik semula. Memungkinkan percampuran bentuk gaya. Dalam teater improvisasi gaya pementasan juga terbuka. Misalnya, dalam pertunjukan ketoprak sebuah adegan dilakukan mengikuti kaidah gaya presentasional adegan Istana, tetapi di adegan lain menggunakan gaya realis adegan dagelan. Pencampuran gaya ini dimaksudkan untuk memenuhi selera penonton. Cerita bisa disesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki. Salah satu kelebihan utama teater improvisasi adalah cerita dan pemeran dapat dibuat berdasarkan sumber daya yang dimiliki. Jika banyak pemain yang bisa melucu maka cerita komedi akan efektif, tetapi jika jumlah pemain yang memiliki kemampuan laga banyak, maka cerita penuh aksi dapat dijadikan pilihan. Kemampuan sumber daya ini bisa dijadikan strategi untuk membuat pertunjukan menarik dan memiliki ciri khas tertentu. Di balik semua kelebihan di atas, teater improvisasi juga memiliki kekurangan yang patut diperhatikan oleh sutradara. Durasi waktu tidak tertentu. Oleh karena cerita bisa dikembangkan, maka durasi pementasan bisa tergantung dari improvisasi aktor di atas pentas. Sutradara bisa memotong sebuah adegan yang berjalan cukup lama dengan membunyikan tanda agar musik dimainkan dan adegan segera diselesaikan. Kekurangan dari pemotongan adegan ini adalah jika inti dialog persoalan belum sempat terucapkan maka inti dialog harus diucapkan pada adegan berikutnya. Improvisasi dialog tidak berimbang. Dalam sebuah grup teater, kemampuan setiap aktor pasti tidak sama. Oleh karena itu, jika sutradara tidak jeli memahami hal ini, bisa jadi ia memasangkan aktor yang memilliki kemampuan tak berimbang dalam improvisasi. Akibatnya, dalam adegan tersebut aktor yang satu terlalu aktif dan yang lain pasif. Jika hal ini terjadi cukup lama, maka akan membosankan. Kualitas dialog tidak dapat distandarkan. Karena tidak ada arahan dialog yang baku, maka kualitas dialog tidak bisa distandarkan. Bagi aktor yang memiliki kemampuan sastra memadai tidak jadi masalah, tetapi bagi aktor yang kualitas sastranya pas-pasan hal ini menjadi masalah besar. Untuk itu, meskipun improvisasi, latihan adegan tetap harus sering dilakukan. Kemungkinan aktor melakukan kesalahan lebih besar. Sifat akting adalah aksi dan reaksi. Jika seorang aktor beraksi, maka aktor lawan mainnya harus bereaksi. Karena arahan laku yang terbuka maka reaksi ucapan sering dilakukan spontan dan belum tentu benar. Di samping itu, kesalahan ucap atau penyampaian informasi tertentu bisa saja salah karena memang tidak dicatat dan hanya diingat garis besarnya saja. Sutradara tidak bisa sepenuhnya mengendalikan jalannya pementasan. Jika pementasan sudah berjalan, maka panggung sepenuhnya adalah milik aktor. Sutradara tidak bisa lagi mengendalikan jalannya pertunjukan. Aktor mengambil tokoh penuh. Karena sifatnya yang serba terbuka, aktor bisa mengembangkan cerita dan gaya permainan di atas pentas dan sutradara tidak bisa lagi mengarahkan secara langung. Jika dalam teater berbasis naskah, lakon sebagai pengendali cerita maka dalam teater imrpovisasi aktor harus mampu mengendalikan jalannya cerita. Menurut Bentuk Penyajian Banyaknya pilihan bentuk penyajian pementasan teater membuat sutradara harus jeli dalam menentukannya. Jika tidak, sutradara akan kerepotan sendiri. Oleh karena setiap bentuk penyajian memiliki kekhasan dan membutuhkan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi, maka sutradara wajib mempelajari dan memahami langkah-langkah dalam melaksanakannya. Teater Gerak Teater gerak lebih banyak membutuhkan ekspresi gerak tubuh dan mimik muka daripada wicara. Pesan yang tidak disampaikan secara verbal membutuhkan keahlian tersendiri untuk mengelolanya. Di bawah ini beberapa langkah yang bisa diambil oleh sutradara dalam menggarap teater gerak Sutradara mampu mengeksplorasi dan menciptakan gerak. Simbol dan makna yang disampaikan melalui gerak harus dikerjakan dengan teliti. Jika tidak, maka maknanya akan kabur. Sutrdara harus mampu mengeksplorasi dan menciptakan gerak sesuai dengan makna pesan yang hendak disampaikan. Memahami komposisi dan koreografi. Karena bekerja dengan gerak, maka teori komposisi dan koreografi dasar wajib dimiliki oleh sutradara. Penataan gerak tidak bisa dikerjakan dengan serampangan, harus mempertimbangkan makna pesan, suasana, dan terutama musik ilustrasinya. Untuk mendukung rangkaian gerak yang telah diciptakan, pengaturan pemain perlu dilakukan. Meskipun rangkaian gerak yang dihasilkan sangat indah, tetapi jika komposisi tata letak pemainnya tidak berubah akan melahirkan kejenuhan. Mewujudkan bahasa dalam simbol gerak. Mengubah bahasa dalam simbol gerak tidaklah mudah. Apalagi jika sudah menyangkut makna. Oleh karena itu, sutradara harus bisa mewujudkan bahasa verbal dalam simbol gerak. Mewujudkan ekspresi melalui mimik para aktor. Ekspresi emosi atau karakter tokoh harus bisa diwujudkan melalui mimik para aktor. Oleh karena keterbatasan bahasa verbal dalam pertunjukan teater gerak, maka ekspresi mimik menjadi sangat penting. Mengerti musik ilustrasi. Meskipun tidak bisa memainkan musik, sutradara teater gerak harus mengerti kaidah musik ilustrasi. Kapan musik mengikuti gerak pemain, kapan pemain harus menyesuaikan dengan alunan musik, kapan musik hadir sebagai latar suasana, dan perbedaannya harus dimengerti oleh sutradara. Jika pemain dalam jumlah banyak, maka pengaturan blocking harus lebih teliti. Jumlah pemain yang banyak menimbulkan persoalan tersendiri, terutama menyangkut komposisi. Jika tidak pintar mengelola, maka banyaknya jumlah pemain justru akan memenuhi panggung dan membuat suasana menjadi sesak. Menempatkan pemain dalam posisi dan gerak yang tepat akan membuat pertunjukan semakin menarik. Jika jumlah pemain banyak dan harus bergerak secara serempak, maka dianjurkan untuk mengkreasi gerak sederhana yang mudah dilakukan. Jika gerak terlalu sulit, maka irama rampak gerak yang diharapkan bisa kacau. Jika pemain sedikit maka motif gerak harus lebih variatif. Jumlah pemain bisa disiasati dengan menambah perbendaharaan gerak. Motif gerak yang kaya akan membuat tampilan menjadi variatif dan menyegarkan. Teater Boneka Teater boneka memiliki karakter yang khas tergantung jenis boneka yang dimainkan. Kewajiban sutradara tidak hanya mengatur pemain manusia, tetapi juga mengatur permainan boneka. Di bawah ini beberapa langkah yang bisa dikerjakan oleh sutradara yang hendak mementaskan teater boneka. Mampu memainkan boneka dengan baik. Banyak jenis boneka dan masing-masing membutuhkan teknik khusus dalam memperagakannya. Boneka dua dimensi seperti wayang kulit memiliki teknik memainkan berbeda dengan boneka tiga dimensi seperti wayang golek. Boneka wayang golek memiliki teknik permainan yang berbeda dengan boneka marionette yang dimainkan dengan tali. Sutradara harus bisa memainkan boneka tersebut. Mampu mengisi suara sesuai dengan karakter boneka. Mengisi suara sesuai karakter boneka menjadi prasyarat utama. Karakter suara harus bisa tampil secara konsisten dari awal hingga akhir pertunjukan. Biasanya seorang pemain boneka bisa membuat beberapa karakter suara yang berbeda. Mampu menghidupkan ekspresi boneka yang dimainkan. Memainkan boneka bisa saja dipelajari, tetapi memberikan ekspresi hidup adalah hal yang lain. Ekspresi selalu menyangkut penghayatan dan konsentrasi. Karena tokoh diperagakan oleh boneka, maka karakter boneka harus benarbenar melekat sehingga pengendali boneka seolah-olah bisa memberikan nafas hidup di dalamnya. Boneka yang dimainkan dengan hidup akan menarik dan tampak nyata. Jika pemain boneka banyak maka harus mampu mengatur adegan agar pergerakan boneka tidak saling mengganggu. Jika lakon yang dimainkan membutuhkan banyak tokoh, maka pengaturan adegan harus dikerjakan dengan teliti. Tempat pertunjukan teater boneka yang terbatas harus disesuaikan dengan jumlah boneka yang tampil. Selain itu, seorang pengendali biasanya hanya bisa mengendalikan maksimal dua boneka, maka penampilan boneka yang terlalu banyak juga akan merepotkan para pengendalinya. Jika pemain sedikit harus memiliki kemampuan mengisi suara dengan karakter yang berbeda. Jumlah pengendali boneka yang sedikit tidak masalah asal setiap orang mampu menciptakan beberapa karakter suara. Yang terpenting dan perlu dicatat adalah setiap boneka mempunyai karakter suaranya sendiri. Mampu membangun kerjasama antarpemain boneka. Dalam teater boneka kerjasama antarpemain tidak hanya menyangkut emosi, tetapi juga menyangkut hal-hal teknis. Keluar masuknya boneka di atas pentas berkaitan langsung dengan pengendali bonekanya. Oleh karena itu, pengaturan adegan boneka disesuaikan dengan kemampuan pengendali. Jika tidak ada kerjasama yang baik antarpemain pengendali boneka, maka pergantian adegan bisa semrawut sehingga para pemain kewalahan. Teater Dramatik Mementaskan teater dramatik membutuhkan kerja keras sutradara terutama terkait dengan akting pemeran. Oleh karena tuntutan pertunjukan teater dramatik yang mensyaratkan laku aksi seperti kisah nyata, maka sutradara harus benar-benar jeli dalam menilai setiap aksi para aktor. Demikian juga dengan suasana kejadian, semua harus tampak natural, tidak dibuat-buat. Beberapa langkah yang dapat dikerjakan oleh sutradara dalam menggarap teater dramatik adalah sebagai berikut. Memahami tensi dramatik dinamika lakon. Laku lakon dari awal sampai akhir mengalami dinamika atau ketegangan yang turun naik. Sutradara harus memahami bobot tegangan tensi dramatik dalam setiap adegan yang ada pada lakon. Jika pada bagian awal konflik tegangan terlalu tinggi, maka aktor akan kesulitan meninggikan tegangan pada saat klimaks. Hasil akhirnya adalah anti klimaks di mana pada adegan yang seharusnya memiliki tensi tinggi justru melemah karena energi para aktornya telah habis. Untuk menghindari hal tersebut sutradara harus benar-benar teliti dalam mengukur tegangan dramatik adegan per adegan dalam lakon. Jika dianalogikan dengan nilai 1 sampai dengan 10, maka sutradara harus menetapkan tegangan optimal dan minimal. Angka tertinggi dari deret tegangan yang harus dicapai oleh aktor adalah 8 atau 9, sehingga ketika dalam adegan tertentu membutuhkan tegangan yang lebih aktor masih bisa mengejarnya. Intinya, bijaksanalah dalam menentukan tegangan dramatik adegan dan buatlah klimaks yang mengesankan dan penyelesaian yang dramatis. Memahami sisi kejiwaan karakter tokoh. Hal yang paling sulit dilakukan oleh sutradara adalah membongkar kejiwaan karakter tokoh dan mewujudkannya dalam laku aktor di ataspentas. Sisi kejiwaan yang menyangkut perasaan karakter tokoh harus dapat ditampilkan senatural mungkin sehingga penonton menganggap hal itu benar-benar nyata terjadi. Di sinilah letak kesulitannya, aktor diharuskan berakting tetapi seolah-olah ia tidak berakting melainkan melakukan kenyataan hidup. Jika sutradara tidak memahami kejiwaan karakter tokoh dengan baik maka penilaiannya terhadap kualitas penghayatan aktor pun kurang baik. Jika demikian, maka efek dramatik yang diharapkan dari aksi aktor menjadi gagal. Mampu meningkatkan kualitas pemeranan aktor untuk menghayati tokoh secara optimal. Berkaitan dengan karakter tokoh, sutradara harus dapat menentukan metode yang tepat agar para aktornya dapat memahami, menghayati dan memerankan karakter dengan baik. Banyak sutradara yang mengadakan semacam pemusatan latihan dalam kurun waktu yang cukup lama dengan tujuan agar para aktornya berada dalam suasana lakon yang akan dipentaskan. Mampu menghadirkan laku cerita seperti sebuah kenyataan hidup. Langkah pamungkas yang dapat dijadikan patokan adalah menghadirkan pentas seperti sebuah kenyataan hidup. Membuat penonton terkesima dengan pertunjukan tidaklah mudah. Dalam teater dramatik, jika melakonkan cerita yang sedih ukuran keberhasilannya adalah membuat penonton ikut terhanyut sedih. Demikian pula dengan cerita suka-ria, maka penonton harus dibawa dalam suasana yang suka-ria. Untuk mencapai hasil maksimal maka kejelian sutradara dalam mengamati dan menangani keseluruhan unsur pertunjukan sangat dibutuhkan. Kejanggalan-kejanggalan kecil yang dirasa kurang masuk akal oleh penonton akan mengurangi kualitas dramatika lakon yang dihadirkan. Teater dramatik adalah teater yang mencoba meniru peristiwa kehidupan secara total dan sempurna. Jadi, hindarilah kesalahan atau hal yang tidak lumrah dan berada di luar jangkauan nalar penonton. Drama Musikal Kemampuan multi harus dimiliki oleh seorang sutradara jika hendak mementaskan drama musikal. Bahasa ungkap yang beragam antara bahasa verbal, lagu, gerak, dan musikal harus dirangkai secara harmonis untuk mencapai hasil maksimal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sutradara dalam drama musikal adalah sebagai berikut. Mengerti karya musik dramatik. Sutradara tidak harus bisa memainkan musik, tetapi memahami karya musik merupakan keharusan dalam drama musikal. Tokohan musik sangat doniman dalam drama musikal bahkan musik bisa hadir secara mandiri untuk menceritakan sesuatu. Artinya, musik itu sendiri sudah bercerita sehingga pemain atau penari yang berada di atas panggung hanyalah pelengkap gambaran peristiwa. Pada adegan lain, tokoh musik bisa menjadi pengiring lagu yang bercerita, pengiring gerak, dan ilustrasi suasana kejadian. Kepiawaian sutradara dalam menentukan kegunaan karya musik yang satu dengan yang lain benarbenar dibutuhkan. Jika karya drama musikal tersebut berawal dari karya musik murni musik yang bercerita seperti The Cats karya Andrew Lloyd Webber, maka sutradara harus benar-benar piawai dalam mengolah visualisasinya di atas pentas. Mengerti lagu dan nyanyian. Tokohan dialog verbal yang digubah dalam bentuk lagu dan diucapkan melalui nyanyian adalah satu hal yang membutuhkan perhatian tersendiri. Ketepatan nada dalam nyanyian serta ekspresi wajah ketika menyanyi juga tidak boleh luput dari pengamatan. Banyak penyanyi yang memiliki suara baik tetapi ekspresinya datar, demikian pula sebaliknya. Sutradara harus mampu memecahkan masalah dasar tersebut. Lagu dan nyanyian harus bisa ditampilkan secara baik dan harmonis. Mampu membuat gerak dan ekspresi berdasar karya musik. Pada adegan dimana musik bercerita secara mandiri maka sutradara harus mampu memvisualisasikan cerita tersebut di atas pentas. Memilih pelaku yang tepat dan membuat komposisi atau koreografi berdasar karya musik yang ada. Ekspresi cerita melalui nada-nada musik harus benar-benar bisa divisualisasikan dengan tepat. Mampu membuat gerak, komposisi, dan koreografi. Dalam satu adegan saat cerita diungkapkan melalui gerak, maka sutradara harus mampu menciptkan koreografinya. Dalam hal ini musik bertindak sebagai pengiring. Makna cerita sepenuhnya dituangkan dalam wujud gerak. Dituntut kepiawaian sutradara dalam memilih dan merangkai motif gerak. Meskipun sutradara bekerja dengan seorang koreografer, tetapi makna dan atau simbolisasi cerita harus benar-benar bisa diwujudkan dalam gerak tarian yang dilakukan. Koreografer bisa saja mencipta gerak, tetapi pada akhirnya sutradara yang memutuskan. Blocking Sutradara diwajibkan memahami cara mengatur pemain di atas pentas. Bukan hanya akting tetapi juga blocking. Secara mendasar blocking adalah gerakan fisik atau proses penataan pembentukan sikap tubuh seluruh aktor di atas panggung. Blocking dapat diartikan sebagai aturan berpindah tempat dari titik area satu ke titik area yang lainnya bagi aktor di atas panggung. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka perlu diperhatikan agar blocking yang dibuat tidak terlalu rumit, sehingga lalulintas aktor di atas panggung berjalan dengan lancar. Jika blocking dibuat terlalu rumit, maka perpindahan dari satu aksi menuju aksi yang lain menjadi kabur. Yang terpenting dalam hal ini adalah fokus atau penekanan bagian yang akan ditampilkan. Fungsi blocking secara mendasar adalah sebagai berikut. Menerjemahkan naskah lakon ke dalam sikap tubuh aktor sehingga penonton dapat melihat dan mengerti. Memberikan pondasi yang praktis bagi aktor untuk membangun karakter dalam pertunjukan. Menciptakan lukisan panggung yang baik. Dengan blocking yang tepat, kalimat yang diucapkan oleh aktor menjadi lebih mudah dipahami oleh penonton. Di samping itu, blocking dapat mempertegas isi kalimat tersebut. Jika blocking dikerjakan dengan baik, maka karakter tokoh yang dimainkan oleh para aktor akan tampak lebih hidup. Pembagian Area Panggung UR UC UL RC C LC DR DC DL Gambar Pembagian sembilan area panggung UR = Atas Kanan, UC = Atas Tengah, UL = Atas Kiri, RC = Tengah Kanan, C = Tengah, LC = Tengah Kiri, DR = Bawah Kanan, DC = Bawah Tengah, DL = Bawah Kiri Untuk membuat atau merencanakan blocking bagi para pemain, perlu diketahui terlebih dahulu pembagian area panggung. Panggung pertunjukan secara kompleks dibagi dalam lima belas area, yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, kanan, kiri, bawah tengah, bawah kanan tengah, bawah kiri tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas kanan tengah, atas kiri tengah, atas kanan, dan atas kiri. Pembagian panggung dalam lima belas area ini biasanya digunakan untuk panggung yang berukuran besar. Letak kanan dan kiri atau atas dan bawah ditentukan berdasar pada arah hadap aktor ke penonton. Kanan adalah kanan pemain dan bukan kanan penonton dan kiri adalah kiri pemain. Atas adalah jarak terjauh dari penonton, sedangkan bawah adalah jarak terdekat dengan penonton, sedangkan kanan adalah posisi kanan arah hadap aktor atau sisi kiri penonton. Secara sederhana dan umum panggung dibagi sembilan area, yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, bawah tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas kanan, dan atas kiri. Panggung yang tidak terlalu luas jika dibagi menjadi lima belas area, maka luas masing-masing area akan terlalu sempit sehingga tidak memungkinkan sebuah pergerakan yang leluasa baik untuk pemain maupun perabot. Pembagian sembilan area juga memudahkan sutradara dalam memberikan arah gerak kepada para aktornya. Komposisi Komposisi dapat diartikan sebagai pengaturan atau penyusunan pemain di atas pentas. Sekilas komposisi mirip dengan blocking. Bedanya, blocking memiliki arti yang lebih luas karena setiap gerak, arah laku, perpindahan pemain serta perubahan posisi pemain dapat disebut blocking. Sedangkan komposisi, lebih mengatur posisi, pose, dan tinggirendah pemain dalam keadaan diam statis. Pengaturan posisi pemain seperti ini dilakukan agar semua pemain di atas pentas dapat dilihat dengan jelas oleh penonton. Ada dua ragam komposisi pemain, yaitu komposisi simetris dan komposisi asimetris yang ditata dengan mempertimbangkan keseimbangan. Simetris Komposisi simetris adalah komposisi yang membagi pemain dalam dua bagian dan menempatkan bagian-bagian tersebut dalam posisi yang benar-benar sama dan seimbang. Jika digambarkan komposisi ini mirip cermin. Bagian yang satu merupakan cerminan bagian yang lain. Di bawah ini adalah contoh komposisi simetris. Asimetris Komposisi asimetris tidak membagi pemain dalam dua bagian yang sama persis, tetapi membagi pemain dalam dua bagian atau lebih dengan tujuan memberi penonjolan penekanan bagian tertentu. Keseimbangan Dalam menata komposisi pemain di atas pentas hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah keseimbangan. Keseimbangan adalah pengaturan atau pengelompokan aktor di atas pentas yang ditata sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan ketimpangan. Hal ini diperlukan untuk memenuhi ruang dan menghindari komposisi aktor yang berat sebelah. Jika salah satu ruang dibiarkan kosong sementara ruang yang lain terisi penuh, maka hal ini akan menimbulkan pemandangan yang kurang menarik dan jika hal ini berlangsung lama, maka penonton akan menjadi jenuh. Fokus Dalam mengatur blocking, hal yang paling utama untuk diperhatikan sutradara adalah perhatian penonton. Setiap aktivitas, karakter, perubahan ekspresi dan aksi di atas pentas harus dapat ditangkap mata penonton dengan jelas. Oleh karena itu, pengaturan blocking harus mempertimbangkan pusat perhatian fokus penonton. Hal ini dapat dikerjakan dengan menempatkan pemain dalam posisi dan situasi tertentu sehingga ia lebih menonjol atau lebih kuat dari yang lainnya. Prinsip Dasar Pada dasarnya fokus adalah membuat pemain menjadi terlihat jelas oleh mata penonton. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar di bawah ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menempatkan posisi dan mengatur pose pemain. Kurangilah menempatkan pemain dalam posisi menghadap lurus ke arah penonton atau menyamping penuh. Usahakan pemain menghadap diagonal kurang lebih 45 derajat ke arah penonton. Menghadap lurus ke arah penonton akan memberikan efek datar dan kurang memberikan dimensi kepada pemain, sedangkan menyamping penuh akan menyembunyikan bagian tubuh yang lain. Dengan menghadap secara diagonal, maka dimensi dan keutuhan tubuh pemain akan dilihat dengan jelas oleh mata penonton. Jika pemain hendak melangkah, maka awali dan akhiri langkah tersebut dengan kaki panggung atas yang jauh dari mata penonton. Jika melangkah dengan kaki panggung bawah yang dekat dari mata penonton, maka kaki yang jauh akan tertutup dan wajah pemain secara otomatis akan menjauh dari mata penonton. Hal ini menjadikan gerak pemain kurang terlihat dengan jelas. Gunakan lengan atau tangan panggung atas yang jauh dari mata penonton untuk menunjuk ke arah panggung atas dan gunakan lengan atau tangan panggung bawah yang dekat dengan mata penonton untuk menunjuk ke panggung bawah. Jika yang dilakukan sebaliknya, maka gerakan lengan dan tangan akan menutupi bagian tubuh lain. Jangan pernah memegang benda atau piranti tangan di depan wajah ketika sedang berbicara, karena hal ini akan menutupi suara dan pandangan penonton. Jika tangan yang digunakan adalah tangan yang tidak menganggu pandangan penonton, maka gerak laku aktor dalam menggunakan telepon akan kelihatan. Hal ini mempertegas laku aksi yang sedang dikerjakan. Usahakan agar para aktor saling menatap berkontak mata pada saat mengawali dan mengakhiri dialog percakapan. Selebihnya, usahakan untuk berbicara kepada penonton atau kepada aktor lain yang berada di atas panggung. Membagi arah pandangan ini sangat penting untuk menegaskan dan memberi kejelasan ekspresi karakter kepada penonton.

4Macam Sudut Pandang dalam Cerita, Lengkap Beserta Contohnya. Minggu, 15 November 2020 15:00 Reporter : Jevi Nugraha. ilustrasi membaca. ©www.zmescience.com. Seperti yang sudah diketahui, karya sastra selalu dibuat dengan mengedepankan aspek keindahan dan mengandung sebuah nilai.

Sudut pandang – Seperti yang telah kita ketahui karya sastra selalu dibuat dengan mengedepankan aspek yang mengandung nilai serta keindahan. Hampir semua karya sastra di dalamnya sendiri tidak lepas dari amanat mengenai moral dan dapat membentuk suatu kepribadian. Selain itu, penulis juga kerap memanfaatkan karyanya dalam mengembangkan imajinasi serta kreativitas sebagai media pembelajaran. Salah satu unsur penting dalam menulis cerita fiksi adalah sudut pandang tokoh. Dalam menentukan sudut pandang, penulis juga harus benar-benar memperhitungkan bentuk serta kehadirannya. Sebab, sudut pandang juga kemudian akan berpengaruh terhadap penyajian sebuah cerita. Sudut pandang juga merupakan teknik, strategi, serta siasat yang dengan sengaja dipilih pengarang untuk kemudian mengemukakan gagasan ide dalam suatu cerita. Sehingga, semua yang dikemukakan dalam cerita fiksi kemudian menjadi milik pengarang. Meski demikian cerita fiksi kemudian juga dapat disalurkan melalui sudut pandang tokoh. Terdapat beberapa macam sudut pandang yang perlu diperhatikan dalam penulisan sebuah cerita. Berikut di bawah ini berbagai sudut pandang beserta contohnya. Mengenal Sudut Pandang dalam Suatu CeritaMenurut Aminudin 199590Menurut Heri Jauhari 201354Menurut Atar Semi 198851Menurut Montaqua dan Henshaw 19669Menurut Atar Semi 198857-58Jenis-Jenis Sudut PandangSudut Pandang Orang PertamaSudut Pandang Orang Pertama sebagai Tokoh UtamaSudut Pandang Orang Pertama Tokoh SampinganSudut Pandang Orang KeduaContoh Jenis Sudut Pandang Orang KeduaSudut Pandang Orang KetigaContoh Jenis Sudut Pandang Orang KetigaSudut Pandang CampuranContoh Jenis Sudut Pandang CampuranBuku-Buku TerkaitBuku Sakti Menulis Cerpen Rambu-Rambu yang Harus DiperhatikanMenulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model PembelajarannyaBelajar Menulis Cerita Anak13 Poin Menulis Cerita Pendek, Dijamin Bisa Menulis Cerpen dalam Waktu Singkat!Buku TerkaitMateri Terkait FisikaKategori Ilmu Bahasa IndonesiaMateri Terkait Mengenal Sudut Pandang dalam Suatu Cerita Sumber Sudut pandang merupakan arah pandang seorang pengarang dalam menyampaikan sebuah cerita, sehingga cerita ini kemudian menjadi lebih hidup serta disampaikan dengan baik kepada para pendengar atau pembacanya. Sederhananya, sudut pandang merupakan cara penulis dalam menempatkan atau memandang dirinya dalam suatu cerita. Terdapat sudut pandang, dimana pengarang seolah-olah menjadi pelaku utama ataupun menjadi orang lain dalam sebuah cerita yang dibuat. Berikut di bawah ini beberapa pengertian sudut pandang menurut para ahli Menurut Aminudin 199590 Sudut pandang sebagai cara seorang pengarang dalam menampilkan para tokoh atau pelaku dalam dongeng yang dipaparkan atau disampaikan. Menurut Heri Jauhari 201354 Sudut pandang disebut juga dengan sentra narasi yaitu penentu corak serta gaya cerita. Watak dan kepribadian dari pencerita ini kemudian akan banyak menentukan dongeng yang disajikan kepada pembaca. Keputusan seorang pengarang dalam menentukan siapa yang menceritakan kisah kemudian menentukan apa yang terdapat dalam suatu cerita. Apabila pencerita berbeda, maka detail-detail dongeng yang dipilih nantinya juga akan berbeda. Menurut Atar Semi 198851 Atar Semi ini mengungkapkan pengertian sudut pandang sebagai suatu titik kisah penempatan serta posisi pengarang dalam suatu cerita. Atar Semi juga mengemukakan bahwa titik kisah dalam sudut pandang ataupun point of view kemudian terbagi menjadi empat jenis pembagian sudut pandang tersebut, di antaranya Pengarang berperan sebagai tokoh utama Pengarang berperan sebagai tokoh sampingan Pengarang berperan sebagai orang ketiga Pengarang berperan sebagai narator atau pemain. Menurut Montaqua dan Henshaw 19669 Montaqua dan Henshaw berpendapat bahwa pengertian sudut pandang yang membedakan pandangan pembaca tentang siapa yang menentukan struktur gramatikal naratif serta siapa yang bercerita. Siapa yang menceritakan cerita ataupun dongeng kemudian menjadi sangat penting. Sehingga dalam menentukan apa-apa yang ada di dalam suatu cerita atau dongeng, pencerita berbeda dengan narator, sehingga dapat melihat benda-benda yang berbeda dengan adanya point of view atau sudut pandang. Menurut Atar Semi 198857-58 Sudut pandang sebagai suatu titik kisah yang merupakan penempatan posisi pengarang dalam suatu cerita. Dia juga mengemukakan titik kisah ini terbagi menjadi 4 jenis yaitu diantaranya pengarang yang berperan sebagai tokoh, pengarang yang berberperan sebagai tokoh sampingan, pengarang yang berberperan sebagai orang ketiga, dan pengarang yang berberperan sebagai narator ataupun pemain. Berikut di bawah ini terdapat 4 jenis sudut pandang serta contohnya yang perlu kamu ketahui, yaitu Sudut Pandang Orang Pertama Sudut pandang orang pertama yang kemudian menggunakan kata ganti “aku” atau “saya” atau “kami” sebagai sudut pandang jamak. Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama, kamu kemudian seakan-akan menjadi salah satu tokoh dalam suatu cerita yang sedang dibuat. Si pembaca juga akan merasa melakoni setiap cerita yang dikisahkan. Sumber Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Tokoh Utama Sesuai dengan namanya–sudut pandang orang pertama atau tokoh utama si penulis seolah-olah masuk’ ke dalam cerita tersebut sebagai tokoh utama atau tokoh sentral dalam cerita first person central. Segala hal yang berkaitan dengan pikiran, perasaan, serta tingkah laku, ataupun kejadian tokoh “aku” yang digambarkan di cerita tersebut. Ia kemudian akan menjadi pusat kesadaran serta pusat dari cerita. Sudut Pandang Orang Pertama Tokoh Sampingan Pada teknik ini, tokoh “aku” hadir bukan sebagai peran utama, melainkan peran pendukung ataupun tokoh tambahan first personal peripheral. Kehadiran tokoh “aku” dalam suatu cerita juga berfungsi dalam memberikan penjelasan mengenai cerita kepada para pembaca. Sementara tokoh utamanya kemudian dibiarkan dalam menceritakan dirinya sendiri lengkap dengan dinamika yang tengah terjadi. Dengan kata lain, tokoh “aku” pada teknik ini berperan sebagai saksi dari rangkaian peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Sudut Pandang Orang Kedua Lazimnya, pada suatu karya sastra umumnya menggunakan jenis sudut pandang persona pertama serta sudut pandang persona ketiga. Secara faktual, jenis sudut pandang dalam cerita orang kedua sendiri hanya menjadi selingan. Dapat dikatakan, jenis sudut pandang orang kedua ini menggunakan gaya “kau” sebagai suatu variasi cara memandang tokoh aku dan dia. Pemahaman lainnya dari jenis sudut pandang orang kedua adalah adanya narator yang kemudian berbicara kepadamu. Hal ini tidak terlalu umum dalam fiksi, kecuali jika narator mencoba berbicara dengan membaca secara pribadi. Jenis sudut pandang orang kedua sendiri sebagian besar terlihat dalam puisi, pidato, penulisan instruksional, serta pada artikel persuasive. Contoh Jenis Sudut Pandang Orang Kedua Ini merupakan hari pertama masuk kerja. Harus sempurna! Maka Sejak tiga sejam lalu, kau sibuk saja membolak-baliknya di depan cermin. Mengecek baju, rambut, hingga ke riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa mampu memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau kemudian mengambil parfum. Kau juga menyemprotkannya di belakang telinga, bagian pergelangan tangan, selangkangan, serta ke udara. Sedetik kemudian kamu melewati udara dengan aroma lili serta aroma lavender. Berharap agar wanginya menempel di rambut serta blazer barumu. Novel The Girls’ Guide to Hunting and Fishing – Melissa Bank Sudut Pandang Orang Ketiga Selain menggunakan jenis sudut pandang orang pertama serta sudut pandang orang kedua, penulis juga dapat menggunakan jenis sudut pandang orang ketiga saat menulis sebuah cerita. Adapun teknik jenis sudut pandang dalam cerita orang ketiga biasanya menggunakan kata ganti “dia”, “ia”, atau nama tokoh dalam bentuk jamak “mereka”. Perbedaan penggunaan jenis sudut pandang pada orang pertama dan sudut pandang orang ketiga kemudian terletak pada kebebasan peran di dalam suatu cerita. Di mana jenis sudut pandang orang pertama, si penulis dapat menjadi sosok dirinya, tetapi hal ini tidak berlaku untuk sudut pandang orang ketiga. Jika narator kemudian menjadi karakter dalam cerita, maka pembaca kemudian akan membaca apa yang tengah ia amati ketika cerita itu terungkap. Narator ini juga memiliki tiga kemungkinan perspektif dari jenis sudut pandang orang ketiga. Terbatas – Pada jenis sudut pandang orang ketiga yang terbatas, narator hanya akan melihat apa-apa yang ada di depannya, penonton peristiwa ketika mereka terbuka serta tidak dapat membaca pikiran pada karakter lainnya. Maha tahu – Seorang narator mahatahu ialah ia yang melihat semua, sama seperti dewa yang mengetahui semua jenis. Dia melihat apa yang dilakukan masing-masing karakter serta dapat melihat ke dalam pikiran masing-masing karakter. Jenis sudut pandang dalam suatu cerita ini kemudian biasa terjadi pada karakter eksternal, yang berdiri di atas, menonton aksi di bawah ini bayangkan saja seseorang dengan bola kristal, kemudian mengintip ke dalam. Maha tahu Terbatas – Jenis sudut pandang orang ketiga yang maha tahu terbatas ini umumnya hanya dapat melihat ke dalam pikiran pada satu karakter. Dia juga sangat mungkin melihat peristiwa lain yang terjadi, tetapi hanya tahu alasan mengenai tindakan satu karakter dalam suatu cerita. Contoh Jenis Sudut Pandang Orang Ketiga “Ibrahim?!” “Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah ia dipanggil untuk pulang…” Jawaban itu tak memuaskan, Andu sendir masih dliputi dengan ketidakpercayaan saat si guide ini bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu pula Andu menjumpai pantai di matanya. Dan ini kemudian membuat Ranju mulai percaya bahwa ini tak dunia? Tidak, hatinya hanya masih penuh saja logika. Meski Ranju ingat, dia tadi sedang berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu dari parit kecil pinggir jalan, dia juga tadi menatap wanita–wanita elok yang menyapanya dengan genit. Ranju bermain–main di pikiran hingga si guide bertudung menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil yang seperti rumah keluarga Amerika kelas menengah. Lelaki Di Tengah Lapangan – Ardyan Amroellah Sudut Pandang Campuran Jenis sudut pandang lainnya adalah sudut pandang campuran. Pada sudut pandang ini penulis kemudian akan menggabungkan antara jenis sudut pandang dalam suatu cerita pertama dan suatu cerita ketiga. Salah satu ciri dari jenis sudut pandang dalam cerita ini adalah penulis akan masuk ke dalam cerita yang bukan sebagai tokoh utama dan ada saatnya ia kemudian berada di luar cerita dan menjadi orang biasa. Contoh Jenis Sudut Pandang Campuran Kami sebagai sebuah keluarga sederhana, namun perasaan kami memiliki satu sama lain. Dan itu merupakan ketahanan yang kuat bagi kami. Namaku adalah Badu, aku adalah bagian kecil dari keluarga sederhana itu. Meski memang terkadang sulit menerima kehidupan ini, karena kadang kala aku merasa ingin hidup normal seperti mereka. Seperti keluarga Toni yang selalu hidup dengan kecukupan bahkan lebih. Bahkan Toni sendiri tak perlu lagi bekerja karena ia sudah tercukupi oleh kemewahan yang ada. Tetapi aku tentu merasa berbeda, aku pun tidak ingin menjadi seperti Toni yang selalu mengandalkan harta keluarganya. Aku dan keluargaku diajari untuk terus hidup bersyukur dengan apa yang kami miliki. Buku-Buku Terkait Buku Sakti Menulis Cerpen Rambu-Rambu yang Harus Diperhatikan Apakah kamu suka membaca cerpen? Atau malah seorang penulis cerpen? Yang jatuh cinta dengan dunia tulis menulis dan selalu ingin menulis cerpen, tapi masih ada rasa ganjal dalam hatimu sehingga menyebabkan kamu tidak yakin dengan tulisan sendiri. Cerpen bukan lagi kata asing di telinga masyarakat pada umumnya. Banyak orang tahu dan suka membacanya, bahkan cerpen dapat memikat seseorang untuk menulisnya. Lalu, bagaimana sih cara menulis cerpen yang baik dan benar? Jika kamu memang seorang penulis cerpen maka harus mengetahui asal kelahiran cerpen dan mengenali cerpen lebih dalam lagi. Temukan rumus-rumus cerpen untuk menumpas “kegalauan” menulis, rambu-rambu penulisan cerpen yang sering dilanggar, hingga tips-tips menulis dari penulis terkenal dan simak bagaimana cerpen bisa membuatmu bisa sekolah di luar negeri dengan gratis! Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model Pembelajarannya Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model Pembelajarannya, terdiri dari 1 bab pendahuluan dan 3 bab berturut-turut membahas unsur dan model pembelajaran Penulisan puisi, cerpen dan naskah drama. Buku ini hadir untuk membawa guru dalam petualangan dan suasana belajar yang lebih mengedepankan aspek penggalian potensi diri. Guru tidak hanya bergelut dengan materi teori bahasa dan sastra. Guru diajak untuk memahami kegiatan belajar sastra Indonesia berdasarkan kehidupan sehari-hari. Guru akan lebih terasah untuk menggali potensi menulis sastra siswa dengan suasana belajar yang menyenangkan. Belajar Menulis Cerita Anak Jika tidak mengenal siapa-siapa di penerbit, apakah bisa jadi penulis buku anak? Jika ingin mengirim naskah buku anak ke penerbit, apakah boleh hanya teksnya saja atau harus sudah ada gambarnya? Apakah hasil dari menjadi penulis buku anak akan cukup untuk hidup? Ingin jadi penulis buku cerita anak tetapi tidak tahu harus mulai dari mana? Masih punya seratus lagi pertanyaan seputar jadi penulis buku anak tetapi bingung harus bertanya kepada siapa? Kamu sudah memegang buku yang tepat! Buku ini langkah demi langkah cara menjadi penulis buku anak. Dari cara mencari ide hingga cara membuat akhir cerita yang menyentuh. Dari cara mencari penerbit hingga cara menghadapi penolakan. Dari cara mengirim naskah hingga cara mempromosikan buku setelah terbit. 13 Poin Menulis Cerita Pendek, Dijamin Bisa Menulis Cerpen dalam Waktu Singkat! Imajinasi adalah dasar yang digunakan dalam cerita pendek. Oleh karena itu, menulis cerita pendek itu mudah, asal kamu mengerti trik-trik yang digunakan untuk membangun cerita. Selain itu, karena bentuk fisiknya yang terbatas, menulis cerita pendek membutuhkan keahlian dan ketrampilan yang lebih daripada menulis novel. Untuk itu, menulis cerpen membutuhkan perlakuan khusus. Nah, di dalam buku ini, sarana-sarana pembangun cerita pendek akan dikupas dengan contoh yang diambilkan dari cerpen-cerpen yang pernah dimuat oleh media cetak dan dibukukan oleh penerbit. Harapannya, semoga buku ini tidak menggurui, tapi bisa membuka sekat pikiran yang selama ini gelap mengenai menulis cerita pendek. Dalam buku 13 Poin Menulis Cerita Pendek ini, kamu akan belajar tentang tips memilih tema, membuka cerita pendek yang bagus, membangun karakter tokoh, mengatur porsi dialog dan narasi yang seimbang, menjalin konflik, menata alur, mereka-reka setting, membaca trend update, memutuskan ending cerpen, trik untuk rewrite cerpen, mengatasi writer’s block, dll. So, segera baca buku ini dan tulis cerita pendekmu. Demikian ulasan mengenai sudut pandang yang biasa digunakan dalam sebuah cerita. Grameds bisa membaca buku-buku terkait penulisan dan Bahasa Indonesia dengan mengunjungi Gramedia selalu memberikan produk-produk terbaik agar kamu memiliki informasi LebihDenganMembaca. Penulis Sofyan Baca juga ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
merupakankritik sosial terhadap kehidupan pada zamannya dan termasuk drama realis pada periode Masa Kelahiran atau Masa Penjadian (1900-1945). Alur ada beberapa jenis bergantung pada sudut pandang yang digunakan. Berdasarkan jalinan peristiwa, menurut Tjahjono (1988) jenis plot peran watak tokoh dalam suatu pementasan lakon. Menurut
INIRUMAHPINTAR - Sebutkan Unsur-Unsur Lakon Teater dan Penjelasannya? Teater sebagai seni merupakan salah satu jenis seni pementasan dengan medium utamanya manusia yang dibangun oleh beberapa unsur pembentuknya, salah satunya unsur lakon dalam konteks seni pementasan lebih populer disebut dengan lakon yang punya peranan dan diperankan oleh tokoh utama yakni boga lalakon. Lakon sebagai karya sastra dapat diartikan sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, ide, perasaan, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat media bahasa. Pesona atau daya tarik keindahan di dalam sastra, setidaknya dapat dipahami melalui bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan dengan persyaratan unsur-unsur di dalamnya, yaitu adanya; Alur, tema, tokoh, karakter, setting, dan sudut pandang pengarang. Unsur-unsur tersebut, hendaknya mengandung muatan; 1 Keutuhan unity artinya setiap bagian atau unsur yang ada menunjang kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Dengan kata lain tidak adanya unsur kebetulan, semuanya direncanakan dan dipertimbangkan secara seksama. 2 Keselarasan harmony artinya berkenaan dengan hubungan satu unsur dengan unsur lain, harus saling menunjang dan mengisi bukan mengganggu atau mengaburkan unsur yang lain. 3 Keseimbangan balance ialah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra, baik dalam ukuran maupun bobotnya harus sesuai atau seimbang dengan fungsinya. Sebagai contoh, adegan yang kurang penting dalam naskah drama akan lebih pendek daripada adegan yang penting. Demikian juga halnya di dalam puisi bahwa yang dianggap penting akan terjadi pengulangan kata atau kalimat dalam baris lain. 4 Fokus atau pusat penekanan sesuatu unsur right emphasis artinya unsur atau bagian yang dianggap penting harus mendapat penekanan yang lebih daripada unsur atau bagian yang kurang penting. Unsur yang dianggap penting akan dikerjakan sastrawan lebih seksama, sedang yang kurang penting mungkin hanya garis besar dan bersifat skematik saja. Unsur-Unsur LAKON Teater dan Penjelasannya Unsur bahasa merupakan faktor penting dalam berkomunikasi antara pemeran dan penonton, terutama dalam menyampaikan isi pesan yang dilontarkan melalui para pemerannya. Maksud bahasa di sini adalah bahasa secara penyampaian verbal. Hal ini untuk membedakan dengan bahasa gerak, tari atau pun mime. Dengan alasan ciri dari teater rakyat, termasuk di dalamnya yang bersifat spontan, maka dalam membawakan lawakan maupun dalam lakon cerita dikatakan Soemardjo, 200419 yakni nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontanitas. Hal ini, jelas dalam menyikapi laku dramatik yang dibangun secara spontanitas para pemainnya sebagaimana dijelaskan Sembung, 199232 bahwa lakon teater rakyat, Topeng Banjet yang ada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Biasanya menggunakan lakon yang telah dipakai dan kadangkala diulang-ulang dan sangat dikenal oleh pemain dan masyarakat setempat sehingga kerja penyiapan materi seninya tidak terlalu bergantung pada latihan khusus. Naskah lakon teater, khususnya teater tradisional ditangan sang koordinator dan biasanya merangkap pimpinan grup, atau orang yang dituakan dalam kelompok seninya. Lakon yang akan dibawakan baik diminta atau tidak yang empunya hajat penanggap seni merupakan bahan lakon yang perlu dipahami, dan diperankan secara saksama. Adapun bahan lakon tersebut yakni dari teks lisan dalam bentuk garis besar lakon bedrip lakon, cerita disampaikan koordinator kepada para pemain yang ditindak lanjuti menjadi wujud pementasan. Dalam pementasan teater kedudukan lakon menjadi unsur penting. Lakon yang telah ditentukan sebagai bahan pementasan teater, terlebih dahulu dianalisis bagian-bagiannya, antara lain ; alur plotting, tema thought, tokoh dramatic person, karakter character, Tempat kejadian peristiwa Setting, dan Sudut pandang pengarang point of view. Unsur tokoh dan karakter atau perwatakan sebagai unsur seni peran, telah dibahas pada pertemuan bab sebelumnya. Selanjutnya, untuk mempelajari naskah lakon teater, kamu harus memulainya dengan memahami beberapa unsur, antara lain sebagai berikut. 1. Alur atau Jalan cerita Alur dalam bahasa Inggris disebut plot. Alur dapat diartikan sebagai jalan cerita, susunan cerita, garis cerita atau rangkaian cerita yang dihubungkan dengan sebab akibat hukum kausalitas. Artinya, tidak akan terjadi akibat atau dampak, kalau tidak ada sebab atau kejadian sebelumnya. Berbicara alur dapat dikemukakan pula tentang alur maju dan alur mundur. Alur maju, artinya rangkaian cerita mengalir dari A sampai Z. Adapun Alur mundur, cerita berjalan, yaitu, penggambaran cerita yang mengakhirkan bagian awal, dapat juga cerita di dalam cerita atau disebut dengan flashback. a Introduksi= Pengenalan tokoh misalnya Arif, Tuti, Ayah, Ibu, Paman dan Orang Tua Arif b Reasing Action = tokoh utama memiliki itikad Tokoh Arif c Konflik = tokoh utama mengalami pertentangan Itikad Arif dihambat oleh orang tua Tuti d Klimaks = terselesaikannya persoalan tokoh utama kedua orang tua Tuti merestui Arif dalam hubungan cinta e Resolusi = penurunan klimaks atau disebut anti klimaks Kedua orang tua Arif melamar Tuti f Kongklusi = kesimpulan cerita atau kisah Arif dan Tuti bersanding dipelaminan Faktor pertama dan utama dalam memilih naskah lakon terletak pada kekuatan memilih tema. Masalah yang diangkat, gagasan cerita yang digulirkan melalui alur, dan pesan moral bersifat aktual atau tidak. Pesan moral yang dimaksud harus mengangkat nilai-nilai kemanusiaan agar tercipta keseimbangan hidup, harmonis, dan bermakna. 2. Tema Tema adalah pokok pikiran. Di dalam tema terkandung tiga unsur pokok, yaitu 1 masalah yang diangkat, 2 gagasan yang ditawarkan, dan 3 pesan yang disampaikan pengarang. Masalah yang diangkat di dalam tema cerita berisi persoalan-persoalan tentang kehidupan, berupa Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, pada suatu masyarakat tertentu dalam lingkup luas atau terbatas. Gagasan yang ditawarkan dalam tema adalah jalan pikiran pengarang untuk memberikan gambaran cerita dari awal sampai akhir. Pesan di dalam tema sebuah lakon berupa kesimpulan ungkapan pokok cerita dari pengarang. Tema-tema yang ada pada lakon drama atau teater, biasanya tentang; kepahlawanan heroic, pendidikan educatif, sosial social, kejiwaan pscykologi, keagamaan religius. Tema lakon di dalam teater remaja, biasanya lebih didasarkan pada muatan pendidikan untuk menumbuh-kembangkan mental, moral, dan pikir. Contoh, dalam memahami tema, temanya pendidikan; masalahnya adalah “narkoba“, gagasan atau idenya adalah “menghilangkan nyawa”, pesan moral atau nilainya adalah “jauhi narkoba” sebab menghilangkan nyawa. 3. Penokohan Penokohan di dalam teater dapat dibagi dalam beberapa peran, antara lain protagonis, antagoni, deutragonis, foil, tetragoni, confident, raisonneur dan utility. Secara rinci pesan tersebut dapat dijelaskan berikut. a. Protagonis adalah tokoh utama, pelaku utama atau pemeran utama boga lalakon disebut sebagai tokoh putih. Kedudukan tokoh utama adalah menggerakkan cerita hingga cerita memiliki peristiwa dramatik konflik b. Antagonis adalah lawan tokoh utama, penghambat pelaku utama disebut sebagai tokoh hitam. Kedudukan tokoh antagonis adalah yang mengahalangi, menghambat itikad atau maksud tokoh utama dalam menjalankan tugasnya atau mencapai tujuannya. tokoh antagonis dan protagonis biasanya memiliki kekuatan yang sama, artinya sebanding menurut kacamata kelogisan cerita di dalam membangun keutuhan cerita. c. Deutragonis adalah tokoh yang berpihak kepada tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh utama dalam menjalankan itikadnya. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat kepada tokoh utama. d. Foil adalah tokoh yang berpihak kepada lawan tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh antagonis dalam menghambat itikad tokoh utama. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat untuk memperburuk kondisi kepada tokoh antagonis. e. Tetragonis adalah tokoh yang tidak memihak kepada salah satu tokoh lain, lebih bersifat netral. Tokoh ini memberi masukan-masukan positif kedua belah pihak untuk mencari jalan yang terbaik. f. Confident adalah tokoh yang menjadi tempat penyampaian tokoh utama. Pendapat-pendapat tokoh utama tersebut pada umumnya tidak boleh di-ketahui oleh tokoh-tokoh lain selain tokoh tersebut dan penonton. g. Raisonneur, adalah tokoh yang menjadi corong bicara pengarang kepada penonton. h. Utility adalah tokoh pembantu baik dari kelompok hitam atau putih. Tokoh ini dalam dunia pewayangan disebut goro-goro punakawan. Kedudukan tokoh utilitty, kadangkala ditempatkan sebagai penghibur, penggembira atau hanya sebatas pelengkap saja, Artinya, kehadiran tokoh ini tidak terlalu penting. Ada atau tidaknya tokoh ini, tidak akan mempengaruhi keutuhan lakon secara tematik. Kalau pun dihadirkan, lakon akan menjadi panjang atau menambah kejelasan adegan peristiwa yang dibangun. Dalam kaitan penokohan di dalam teater rakyat atau teater tradisional cenderung bersifat flat. Artinya, setiap pemain atau pemeran yang akan membawakan penokohan cerita tidak berubah atau jarang berubah orang sesuai dengan karakter atau kebiasaan tokoh yang dibawakan dalam membawakan peranannya. Oleh karena itu, di dalam teater rakyat, mengenal pembagian casting berdasarkan kebiasaan tokoh yang dibawakan. Apakah itu tokoh pejabat, penjahat, goro-goro atau peran utama dengan paras yang ganteng. Dengan tipe casting inilah, teater rakyat akan lebih mudah untuk mengembangkan cerita dengan tingkat improvisasi dan spontanitas tinggi tanpa naskah. 4. Karakter Karakter adalah watak atau perwatakan yang dimiliki tokoh atau pemeran di dalam lakon. Watak atau perwatakan yang dihadirkan pengarang dengan ciri-ciri secara khusus, misalnya berupa; status sosial, fisik, psikis, intelektual, dan religi. Status sosial sebagai ciri dari perwatakan adalah menerangkan kedudukan atau jabatan yang diemban tokoh dalam hidup bermasyarakat pada lingkup lakon, antara lain; orang kaya, orang miskin, rakyat biasa atau jelata, penggangguran, gelandangan, tukang becak, kusir, guru, mantri, kepala desa, ulama, ustad, camat, bupati, gubernur, direktur atau presiden, dan lain-lain. Fisik sebagai ciri dari perwatakan, menerangkan ciri-ciri khusus tentang jenis kelamin laki-laki perempuan atau waria, kelengkapan pancaindra atau keadaan kondisi tubuh cantik-jelek, tinggi-pendek, kurus-buncit, kekar-lembek, rambut hitam atau putih, buta, pincang, lengan patah, berpenyakit atau sehat, dan lain-lain. Psikis sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal kejiwaan yang dialami tokoh, seperti; sakit ingatan atau normal, depresi, traumatic, mudah lupa, pemarah, pemurah, penyantun, pedit, pelit, dermawan, dan lain-lain. Intektual sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam mengambil sebuah keputusan atau menjalankan tanggung jawab. Misalnya, kecerdasan pandai atau bodoh, cepat tanggap atau apatis, tegas atau kaku, lambat atau cepat berpikir, kharismatik gambaran sikap sesuai dengan kedudukan jabatan, tanggung jawab berani berbuat berani menanggung resiko, asalkan dalam koridor yang benar. Karakter tokoh akan lebih mudah dicerna, karena kekhasan tokoh dan pembiasaan membawakan tokoh menjadi landasan dalam membangun karakter peran di dalam penyajian lakon teater. Biasanya pemeran yang berperawakan tinggi besar, berperilaku kasar, handal menampilkan silat akan cenderung membawakan tokoh dengan karakter Jawara atau tokoh jahat. Adapun pemain yang berperawakan tinggi besar dengan paras ganteng akan menerima tokoh dengan karakter tokoh baik. Begitu pula dengan pendukung yang bertubuh kecil dan jelek tetapi mampu mengocek perut akan hadir sebagai tokoh utility atau detragonis atau foil. 5. Setting Setting dalam sebuah lakon merupakan unsur yang menunjukan; tempat dan waktu kejadian peristiwa dalam sebuah babak. Berubahnya setting berarti terjadi perubahan babak, begitu pula dengan sebaliknya. Perubahan babak berarti terjadi perubahan setting. Tempat sebagai penunjuk dari unsur setting di dalam lakon, mengandung pengertian yang menunjuk pada tempat berlangsungnya kejadian. Misalnya di rumah, di hotel, di stasiun, di sekolah, di kantor, di jalan, di hutan, di gang jalan, di taman, di tempat kumuh, di lorong , di kereta api, di dalam Bus, dan seterusnya. Waktu sebagai bagian unsur setting di dalam lakon, menjelaskan tentang terjadinya putaran waktu, yakni siang-malam, pagi-sore, gelap-terang, mendung, cerah, pukul lima, waktu Ashar, waktu Subuh, zaman kemerdekaan, zaman orde baru, zaman reformasi 6. Point of View Setiap lakon, termasuk lakon teater anak-anak, remaja, dewasa atau pun untuk semua umur pasti melibatkan sudut pandang pengarang atau penulis. Sudut pandang pengarang atau penulis ini disebut point of view. Sebagai gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang atau creator dalam menangkap dan memaknai fenomena yang terjadi. Memahami dan menangkap tanda-tanda tentang sudut pandang pengarang merupakan hal penting bagi seorang creator panggung atau pembaca agar terjadi kesepahaman, kesejalanan atau tidak setuju dengan apa yang ditawarkan dan dikehendaki pengarang. Apabila seorang creator dalam proses kreatifnya mengalami kesulitan menemukan pandangan inti pengarang, secara etika creator dapat melakukan konsultasi atau wawancara dengan penulis tentang maksud dan tujuan dari lakon yang ditulis. Nah, setelah kamu belajar tentang unsur-unsur lakon, jawablah beberapa pertanyaan di bawah ini! 1. Apa saja yang kamu ketahui tentang unsur lakon dalam teater? 2. Jelaskan pengertian lakon teater? 3. Jelaskan unsur-unsur pementasan teater? 4. Apa perbedaan pemakaian unsur bahasa yang digunakan dalam lakon teater tradisional rakyat dan teater tradisional istana?
. 319 243 21 288 158 120 108 273

dalam pementasan teater sudut pandang pengarang disebut juga dengan